Daridesa.com | Karya – Sebulan sudah rakyat Thebes merundung duka karena kehilangan Raja yang mereka junjung tinggi. Sudah sebulan pula Kerajaan Thebes mengalami kekosongan kekuasaan atau vacum of power dan sementara kursi perintahan dipegang oleh Perdana Menteri Kerajaan.
Sudah saatnya Pangeran Romanof mengambil alih kursi Raja tapi ia belum memenuhi salah satu persyaratan, yaitu memiliki permaisuri. Pangeran Romanof bimbang, apakah ia harus mendengar perintah mendiang sang ayah untuk menikah dengan Puteri pertama dari Kerajaan Lonia dan melepas gadis yang dicintainya atau membiarkan tahta jatuh ke tangan
sang adik, Polineikes yang akan segera meminang sang pujaan hati, Puteri Julia.
“Penasihat Anaximenes, Kerajaan terbesar dari Persia menantang kita secara terang – terangan. Mereka ingin Kerajaan kita melebur kedalam Kerajaan mereka yang artinya tahta akan dipegang oleh mereka sebagai Kerajaan terbesar di Yunani.” Telihat gurat khawatir dari
wajah Perdana Menteri Alexander.
“Jika kita menolak maka peperangan besar untuk memperebutkan wilayah akan terjadi, begitu?”, Penasihat Anaximenes mengangkat sebelah halisnya. “Aku sudah menduga situasti ini akan terjadi. Satu – satunya cara menyelamatkan Kerjaan kita yaitu menggabungkan Kerajaan Thebes dengan Kerajaan Lonia secara kekeluargaan. Seperti perintah mendiang Yang Mulia Raja Oedipus Jehovah IX.” Anaximenes kembali mengungkit masalah yang menyangkut Pangeran Romanof itu.
“Dan kini kunci itu dipegang oleh Putera Mahkota I. Pangeran Romanof yang menentukan nasib Kerajaan kedepannya.” Alexander memijat keningnya perlahan.
“Lalu peran mu apa? Bukankah sudah tugas mu sebagai Perdana Menteri Kerajaan untuk menggantikan perintah Raja?” Anaximenes menyandarkan punggungnya pada sofa mewah berbahan beludru biru, tersenyum remeh.
“Lalu apa? Menurut mu aku yang harus menjalankan perjodohan itu?” Alexander mencondongkan tubuhnya lalu bertopang dagu.
“Bodoh!”, Anaximenes berdecak kesal. “Bukan begitu maksudku! Tugas mu adalah membujuk dan meyakinkan Putera Mahkota I untuk menjalankan perjodohan itu lalu membuat angkatan prajurit kita semakin kuat kemudian perang melawan Kerajaan Persia dan berakhir dengan kemenangan, selesai!” Anaximenes berbicara dengan gemas.
“Yak! Bicara dengan pelan, bodoh!”, Alexander menyetil bibir Anaximenes, kesal. “Ya, ya. Aku mengerti. Aku akan mencoba membujuk Putera Mahkota I untuk menjalankan perjodohan itu lalu kita akan memenangkan peperangan dengan mudah.” Alexander kembali menyandarkan punggungnya, rileks.
“Astaga, bagaimana bisa Raja memilih orang bodoh sepertimu untuk menjadi Perdana Menteri Kerajaannya. Otakku bisa pacah, astaga!”Anaximenes kembali memijat keningnya.
“Yak! Itu sudah lewat tiga tahun lalu. Tidak bisa kah kau mengikhlaskan posisi ku?” Alexander mengangkat dagunya.
“Ya, ya , tersarah kau saja. Aku ingin mencari udara segar. Atmosfer di sini berubah menjadi gelap.” Anaximenes bangun dari duduk nya dan menuju ke pintu keluar.
“Hey, bung. Mau bermain teka teki silang?” Alexander berdiri namun tak beranjak.
“Mengulang masa kecil, eh?” Anaximenes berbalik lalu tersenyum kecil.
“Mari mengulang masa lalu, teman kecilku.” Alexander merangkul bahu teman kecilnya.
“Ewhh, kau menjijikkan!” Lalu kedua nya kembali duduk untuk memainkan teka teki silang dengan canda tawa yang memenuhi ruang Perdana Menteri Kerajaan, tanpa mereka ketahui seseorang menguping pembicaraan ke duanya dibalik pintu.
Kakinya ia arahkan untuk menjauh dari ruang Perdana Menteri Kerajaan. Tanpa diperintah kakinya menuju ke arah pintu taman belakang. Dari kejauhan terlihat seorang remaja perempuan menggunakan gaun merah maroon dengan mahkota kecil yang menghiasi kepalanya. Ia semakin mendekati sosok itu lalu duduk di sebelahnya tanpa permisi. Para pelayan meninggalkan mereka berdua, memberikan ruang untuk keduanya.
Si gadis tersentak kaget, lalu mengusap dadanya pelan. Ia menolehkan pandangannya ke arah orang yang terduduk di sampingnya. Ia menemukan sang kakak dengan wajah lesunya.
“Hei! Kenapa wajah tampan kakak-ku ditekuk seperti itu?” Ia meletakkan bungan mawar yang baru saja dipetiknya ke dalam keranjang yang ia bawa lalu berbalik menghadap tubuh sang kakak.
“Ismene, sepertinya aku akan melaksanakan perintah ayah untuk menerima perjodohan itu.” Pandangan nya mengarah pada sang adik tapi tatapan nya kosong.
“Lalu apa yang menjadi masalah? Bukankah itu hal yang bagus? Kau akan memiliki permaisuri dan aku akan memiliki keponakan. Lalu yang lebih bagusnya kau akan menjadi Raja!”, Ujar Ismene berbinar.
“Kau tidak akan mengerti.” Ujar Pangeran Romanof lirih.
“Jadi apa yang menjadi masalah mu?” Ismene menatap lekat wajah sang kakak. Poninya jatuh menutup sebelah matanya.
“Aku sudah memiliki tambatan hati, Ismene.” Jawabnya sambil mengaitkan poni yang semula menutupi mata adiknya.
“Hhmm.. Aku rasa kau akan lebih bahagia jika memilih pilihan ayah. Bagaimanapun juga pilihan orang tua itu yang terbaik dan direstui oleh Dewa.” Ismene mencoba meyakinkan kakaknya.
“Ya, semoga perkataan mu benar adanya”, Pangeran Romanof tersenyum simpul dan dibalas oleh senyum lebar sang adik.
“Lanjutkan kegiatanmu, aku akan kembali ke dalam menemui Paman Alexander.”
Pangeran Romanof mengusak rambut Ismene lalu pergi menemui Perdana Menteri Alexander.
“Seekor kumbang tak bisa bertengger di dua bunga sekaligus.” Ucap Ismene membuat langkah Pangeran Romanof terhenti sejenak kemudia tersenyum miris. Ketika sampai di depan ruang Perdana Menteri Pangeran Romanof berpapasan dengan Anaximenes yang baru saja keluar dari sana.
“Selamat sore, Paduka.” Sapanya sambil membungkukkan badan “Selamat sore, Penasihat Anaximenes. Apakah Perdana Menteri Alexander ada di
dalam?” Tanyanya pada pria paruh baya itu.
“Ya, tentu. Apakah ingin saya antar?” Tawar Anaximenes.
“Ah, tidak usah. Biar aku saja. Kau bisa kembali pada tugasmu.” Jawab Pangeran Romanof.
“Kalau begitu saya permisi, Yang Mulia.” Anaximenes membungkukkan badannya tanda hormat kemudian berlalu meninggalkan Pangeran tampan itu. Pangeran Romanof mengetuk pintu besar bertuliskan ‘Ruang Perdana Menteri’ lalu terdengar sahutan dari dalam. Perlahan tapi pasti Pangeran membuka pintu mewah itu. Terlihat pria tua yang hampir sama dengan ayahnya itu sedang menulis sesuatu di meja kerjanya. Begitu pintu tertutup pria itu menoleh ke sumber bunyi. Saat ia melihat Tuannya sontak ia menyimpan penanya lalu berdiri dan menghampiri sang Pangeran kemudian memberi hormat.
“Maafkan hamba, Yang Mulia. Hamba tak menyambut kedatangan Anda. Lagi pula tidak biasanya kau datang seorang diri ke ruanganku, jadi aku mengira yang mengetuk pintu itu pelayan.” Alexander membungkukkan badanya. Ia merasa tak enak hati pada Tuannya.
“Tak apa, maaf jika kedatanganku seorang diri mengganggu waktumu, Paman. Sebenarnya aku hanya ingin mengatakan sesuatu penting pada mu.” Pangeran Romanof menepuk punggung Alexander agar ia berhenti membungkuk.
“Hal apa yang membuatmu datang kemari, Yang Mulia?”, Alexander membawa Pangeran Romanof duduk di sofa mewah khusus untuk para petinggi Kerajaan.
“Sebenarnya aku tengah kebingungan, Paman. Tentang perjodohan itu. Entahlah, aku masih bimbang.” Pangeran Romanof memandang sepatunya.
“Tanpa mengurangi segala hormatku, kami menyarankan agar anda menyanggupi perjodohan itu.” Alexander memandang penuh harap. Hening. Pangeran muda itu tak kunjung bergeming. Alexander kembali membuka suara.
“Sebenarnya kita membutuhkan pasukan khusus untuk perang melawan Kerajaan_”
“Persia”, Pangeran Romanof memotong ucapan Alexander. “Aku sudah tahu mengenai ancaman Kejaan Persia. Maaf.” Pangeran Romanof menghela nafas.
“Maaf, Yang Mulia. Hamba kurang berhati – hati ketika membicarakan rahasia negara.” Alexander menunduk. Lagi – lagi ia merasa buruk sebagai Perdana Menteri.
“Tidak, apa yang Paman lakukan sudah benar. Justru aku yang meminta maaf karena dengan tidak sopannya aku menguping pembicaraan kalian.” Pangeran Romanof sedikit memaksakan senyumnya.
“Ya, tak apa. Sungguh.” Jawab Perdana Menteri.
“Apa yang harus aku lakukan, Paman? Aku tak mungkin membiarkan Kerajaanku hancur tapi aku tak mungkin menikahi orang yang bahkan tidak aku kenal.” Pangeran Romanof kembali menghela nafas.
“Maaf jika perkataanku lancang, Yang Mulia. Anda sebagai calon penerus tahta Kerajaan sudah seharusnya mengambil tindakan tegas yang akan menguntungkan semua pihak. Bukan hanya nasib rumah tangga yang akan anda pegang, tapi nasib seluruh rakyat Thebes ada ditanganmu, Yang Mulia. Jadi pikirkanlah dengan matang. Sekali lagi maaf jika aku dengan lancangnya berkata seperti itu.”
Alexander“Akan ku pikirkan.” Balasnya final. Pangeran Romanof kembali ke kamarnya. Entahlah, ia malas bahkan sekedar latihan memanah. Cinta benar – benar membuat penderitanya menjadi buruk. Pangeran muda itu mengambil secarik kertas dan penanya lalu menuliskan sebuah bait puisi untuk gadisnya. Tangannya menggoreskan tinta tanpa jeda. Ia menumpahkan segala isi hati dan fikirannya kedalam kertas kusam itu. Sampai sebuah ketukan pintu mengehentikannya. Buru – buru ia memasukan kertas itu kedalam saku jubahnya.
Saat pintu dibuka tampak lah wajah manis Ismene. Ia tersenyum riang seperti biasanya. Senyum gadis itu menular pada lelaki di depannya.
“Kenapa kau tak ikut makan siang bersama?” Ismene memiringkan kepalanya.
“Aku sedang tak nafsu makan.” Jawab Pangeran Romanof.
“Apa perlu aku bawakan? Aku akan membawakanmu masakkan ter enak di Kota Omorfo, agar nafsu makanmu kembali”, Tanya sang adik. Pangeran Romanof terkekeh lalu mengusak rambut adiknya, gemas.
“Kenapa tertawa?” Ismene cemberut. “Entah. Apapun yang keluar dari mulut mu bisa membuatku tertawa”, Pangeran Romanof menarik tangan Ismene untuk menuju ruang makan.
Setibanya di ruang makan seluruh orang di meja makan belum menyentuh makanan mereka sedikitpun. Mereka berdiri untuk menyabut kedatangan Sang Putera Mahkota. Saat Pangeran Romanof mendudukan diri semua ikut duduk untuk menyantap hidangan. Makan siang mereka berjalan dengan damai, tidak ada yang membuka mulut sampai makanan di
piring mereka habis.
“ekhem!”, Pangeran Romanof berdekhem memecah hening.
“Aku sudah memutuskan bahwa, aku akan menikah dengan Puteri dari Kerajaan Lonia. Aku bersedia menikahinya dalam waktu dekat.” Ucap Pangeran Romanof membuat keluarga Kerajaan terkejut dan tersenyum bahagia.
“Baiklah. Aku akan bicara pada Perdana Menteri. Kita akan menentukan tanggal pernikahan.” Final Pangeran Polineikes.
Tak terasa dua minggu sudah Pangeran Romanof merenungi kisahnya. Sudah empat hari yang lalu ia resmi meminang Puteri Atargatis, Puteri Kerajaan Lonia. Benar kata Ismene, seekor kumbang tak bisa bertengger di dua bunga sekaligus. Mulai sekarang ia akan mencoba mencintai isterinya.
“Suamiku, apa yang mengganggu pikiranmu?” Telapak tangan halus Puteri Atargatis menyentuh tangan hangat suaminya yang tengah bersandar pada kepala ranjang.
“Tak ada, isteriku. Aku hanya bahagia bisa meminangmu sebagai Ratu-ku” Balasnya menggenggam tangan sang Ratu.
“Semenjak pengangkatan mu sebagai Raja, kau banyak melamun. Apa itu
membebanimu?”
“Tidak. Aku hanya memikirkan nasib Kerajaan Thebes. Aku ragu apakah Kerajaanku bisa memenangkan perang melawan Kerajaan Persia atau tidak.” Curahnya membuat Puteri cantik yang berubah gelar menjadi Ratu itu masuk kedalam pelukan suaminya. Raja Romanof menyambutnya dengan senang hati.
Tak terasa dua minggu sudah Pangeran Romanof merenungi kisahnya. Sudah empat hari yang lalu ia resmi meminang Puteri Atargatis, Puteri Kerajaan Lonia. Benar kata Ismene, seekor kumbang tak bisa bertengger di dua bunga sekaligus. Mulai sekarang ia akan mencoba mencintai isterinya.
“Suamiku, apa yang mengganggu pikiranmu?” Telapak tangan halus Puteri Atargatis menyentuh tangan hangat suaminya yang tengah bersandar pada kepala ranjang.
“Tak ada, isteriku. Aku hanya bahagia bisa meminangmu sebagai Ratu-ku” Balasnya menggenggam tangan sang Ratu.
“Semenjak pengangkatan mu sebagai Raja, kau banyak melamun. Apa itu
membebanimu?”
“Tidak. Aku hanya memikirkan nasib Kerajaan Thebes. Aku ragu apakah Kerajaanku bisa memenangkan perang melawan Kerajaan Persia atau tidak.” Curahnya membuat Puteri cantik yang berubah gelar menjadi Ratu itu masuk kedalam pelukan suaminya. Raja Romanof menyambutnya dengan senang hati.
“Tak perlu cemas. Aku yakin keluargaku akan membantu.” Ratu Atargatis semakin mengeratkan pelukannya.
“Terima kasih, sayang.” Raja Romanof mengecup pucuk kepala isterinya. Ratu tersenyum senang, tak tahu bahwa hati kecil suaminya meneriakkan nama wanita lain.
Pagi yang cerah tak berhasil mencerahkan suasana di Kerajaan Thebes. Seluruh prajurit perang Kerajaan telah berkumpul dan bersiap untuk menghadapi pasukan terkuat di Yunani. Pertahanan semakin diperkuat oleh prajurit dari Kerjaan Lonia. Raja Romanof duduk di singgasana nya memantau para prajuritnya. Pasukan tombak berdiri di depan menyapa musuh, pasukan berkuda dengan tombak berdiri di tengah, sementara pasukan memanah berdiri di barisan belakang, membidik penyerang dari jarak jauh. Perang dimulai saat seekor kuda prajurit tumbang terbidik anak
panah di kepalanya. Peperangan semakin memanas saat satu persatu prajurit Thebes mulai tumbang. Raja tak bisa tinggal diam. Dia bangkit dari duduknya.
“Jangan! Biarkan mereka yang menyelesaikannya!”, Ratu Atargatis menahan tangan Raja Romanof. “Prajurit dari Kerajaan Lonia pasti bisa membereskan mereka.”
“Aku tak bisa diam saat para prajuritku dibabad habis oleh mereka!” Raja Romanof menyentak tangan Ratu Atargatis yang menahannya. Ia mengambil kuda hitamnya bersiap menuju area perang.
“Tunggu! Aku akan ikut dengan mu!” Ratu Atargatis berlari dengan susah payah lalu mengambil kuda putih miliknya.
“Paduka Ratu, ini terlalu berbahaya untuk anda!” Larang Pengawal pribadi Raja.
“Tak ada yang berhak membantah perkataan Ratu!” Balas Ratu Atargatis membuat pengawal itu mati kutu.
Raja Romanof memacu kudanya dengan cepat disusul oleh isterinya di belakang. Dari matanya tersirat amarah yang memuncak. Setibanya di area perang Raja Romanof mendekati kuda hitam yang dinaiki oleh Raja Persia.
“Luar biasa! Aku kedatangan tamu istimewa. Apa kau ingin menyerah?” Senyum miring tercetak jelas di wajahnya.
“Dalam mimpimu, brengsek! Aku tak akan melepas Kerajaan ku sampai kapanpun!” Balas Raja Romanof tak kalah sengit.
“Apa yang mampu kau beri padaku hingga dengan berani berbicara seperti itu, Yang Mulia Raja?” Raja Persia menekankan kata akhirnya seolah mengejek Raja Romanof.
“Permaisuri!”, Ucapnya lantang. “Aku akan menyerahkan permaisuriku!!” Keputusan Sang Raja membuat wanita di sebelahnya terkejut.
“Hahaha!! Aku sangat mengagumi keberanianmu, Raja!”, Raja Persia tertawa puas.
“Tapi aku merasa terhina sebagai lelaki sejati yang setia pada pada pasanganku!” Para pengawal Kerajaan Persia menarik paksa Ratu Atargatis dari kudanya. Membuat gaun mewah yang dipakainya robek hingga menampakkan kaki mulus sang Ratu, menjatuhkan merabatnya sebagai wanita.
Sang Ratu berontak membuat mahkota yang tersemat indah di kepalanya terjatuh menimbulkan suara yang mampu menyayat hati. Menjatuhkan martabatnya sebagai seorang Ratu yang disegani. Air di pelupuk matanya menganak sungai. Ia tak menyangka lelaki yang semalam memeluk nya mesra kini melepasnya secara keji.
“Bajingan kau, Romanof!! Tak ku sangka cintaku berbalas pilu! Tak ku terima sayangku berbalas penghianatan! Kau takan bisa hidup dengan kegegebahanmu!”, Ratu Atargatis diseret paksa dan dibawa ke dalam kencana Kerajaan Persia.
“ROMANOF PENGHIANAT!!!” teriaknya dari dalam kencana membuat para
prajurit Kerajaan Thebes yang mendengarnya terkejut dan mengalihkan perhatiannya pada Raja mereka.
“HABISI PENGHIANAT ITU!!” Teriak pemimpin prajurit Kerajaan Lonia membuat seluruh anak buahnya bergerak menyerang balik prajurit Kerajaan Thebes dan mengejar Raja Romanof yang melarikan diri.
Keluarga kerajaan terheran heran dengan apa yang terjadi, mereka turun untuk mencari tahu apa yang terjadi. Saat menginjak tangga terakhir, Puteri Ismene disambar oleh seseorang dari atas kudanya. Ia membawa Puteri Ismene ke sebuah goa. Dibukanya topeng besi yang menutupi wajah pria itu. Ia mendapati wajah tampa kakaknya.
“Apa maksud semua ini?” Puteri Ismene mengerutkan halisnya.
“Maafkan aku, Ismene. Aku mencintaimu.” Raja Romanof meraih tengkuk sang adik dan mendekatkan wajahnya. PLAKK Sebuah tamparan mendarat sempurna di pipi tegasnya.
“Kau gila!!! Aku adik mu, Romanof! Adik kandungmu!!” Ismene melangkah mundur.
“Tapi aku mencintaimu, Ismene! Aku sudah muak berpura pura selama ini!”
“Cinta bukan hanya tentang perasaan, tapi tentang Tuhan! Pikirkan itu!” Ismene berlari kencang ke arah Kerajaan Thebes, tempat peperangan terjadi. Raja Romanof berusaha mengimbangi langkah gadis itu. Dengan berani Ismene berlari ke tengah tengah kekacauan lalu dengan lantang dia berteriak.
“BUNUH AKU! AKU YANG MENYEBABKAN RAJA KALIAN BERHIANAT!”
Lalu sebuah anak panah meluncur dengan halus ke arah dada seseorang.
“ISMENE!!” Raja Romanof memeluk Ismene dari belakang mencoba melindunginya. Namun terlambat.
SEBB… Anak panah itu menyatukan dua hati yang saling bertentangan. Anak panah itu menembus dada Puteri Ismene dan Raja Romanof yang memeluknya dari belakang hingga membuat keduanya jatuh dengan darah yang mengalir menganak sungai.
“Aku mencintaimu, Ismene.” Lirih Raja Romanof.
“Aku mencintaimu, Romanof.” Lirih Ratu Atargatis. Ia jatuh tersungkur lalu melempar busur yang menjadi saksi matinya dua orang kakak beradik itu.
Ratu Atargatis menangis tersedu melihat orang yang dicintainya mati mendekap tubuh orang yang ia cintai. (Tamat)
Nama saya Wini Iga Munggarani. Saya gadis kelahiran Bandung, 20 Agustus 2001. Sekarang saya tengah berjuang menghadapi UNBK dari SMAN 1 Wanayasa. Menulis adalah salah satu hobi saya setelah membaca dan menonton. Saya menetap di Wanayasa, Kab. Purwakarta. Prov. Jawa Barat.