Jurnal Warga, daridesa.com – Sejarah lahirnya PGRI dan penetapan Hari Guru Nasional. Sebelum Indonesia merdeka, ada perkumpulan guru yang dinamakan dengan PGHB (Perkumpulan Guru Hindia Belanda). Kemudian, berubah nama menjadi PGI (Perkumpulan Guru Indonesia). Dari perkumpulan itulah yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya PGRI (Perkumpulan Guru Republik Indonesia) yang didirikan setelah Indonesi merdeka, tepatnya 25 November 1945 pada kongres pertama Guru seluruh Indonesia.
Jika melihat latarbelakang adanya perkumpulan yang tadi disebutkan, tentu tidak terlepas dari adanya kesadaran kolektif yang dibangun oleh para guru terdahulu untuk memperjuangkan persamaan hak dan posisinya.
Motif dan prinsipnya sama, adanya ketidakadilan yang dirasakan oleh para Guru, sehingga mereka membangkitkan kesadaran untuk memperjuangkan hak-hak nya agar lebih dipandang dan lebih sejahtera.
Selang beberapa tahun kemudian, sebagai bentuk penghormatan kepada Guru, pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, menetapkan hari lahir PGRI tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional, dan diperingati setiap tahun.
*Kondisi Guru hari ini*
Menurut hemat saya, sedikitnya ada 2 tujuan orang bercita-cita menjadi guru. Pertama, menjadi guru itu karena ingin memiliki penghidupan yang layak atau sejahtera. Kedua, karena punya kesadaran ingin berperan aktif dalam rangka mencerdaskan anak bangsa.
Jika dilihat, kedua tujuan tersebut sangatlah tidak salah. Tapi jika melihat kenyataan di lapangan, ternyata masih banyak yang sudah memilih jalan menjadi guru namun hidupnya belum mencapai sejahtera secara penghasilan tetapi punya semangat tinggi untuk tetap berusaha mencerdaskan anak bangsa. Masih banyak guru yang statusnya masih honorer dengan penghasilan di bawah 500.000/bulan.
Melihat adanya kondisi tersebut, seharusnya bagaimanapun caranya seorang guru tetap harus bisa mendapatkan penghidupan yang layak. Stigma bahwa guru adalah seorang “pahlawan tanpa tanda jasa” dirasa hari ini tidak relevan lagi. Guru juga manusia yang memiliki keinginan untuk sejahtera. Sehingga bisa mendidik dengan baik dan fokus tanpa memikirkan penghasilan yang kecil.
Di sisi lain, tak jarang ada guru yang sudah sejahtera namun terlena dengan kesejahteraannya, sehingga terkikisnya semangat untuk mencerdaskan anak bangsa. Mengajar dan mendidik dengan seadanya, yang penting sudah menggurkan kewajiban.
Namun, tak menutup kemungkinan, masih banyak pula guru-guru yang sudah sejahtera dan masih mempunyai kesadaran untuk mencerdaskan anak bangsa. Tetap pertahankan dan terus kembangkan.
*Guru harus adaptif terhadap perkembangan zaman*
Perkembangan zaman mengakibatkan pola pikir dan pola hidup murid hari ini tentu akan berbeda dengan murid di masa lalu, sehingga sebagai seorang guru harus selalu menyelaraskan dan adaptif terhadap konteks perkembangan murid dan zamannya.
Banyak hari ini guru yang ingin menumbuhkembangkan minat serta bakat muridnya, namun banyak pula yang lupa pada kekuatan serta keterbatasan diri sendiri sebagai guru. Maka betul, guru perlu terus belajar mengupgrade diri, menambah wawasan, mengembangkan softskill serta meningkatkan kompetensinya agar mampu melahirkan murid yang berdaya saing dan menjadi manusia yang merdeka.
Rizki Rizaldi, S.Pd
Ketua Umum KAMMI Purwakarta
Guru SD Labschool UPI Purwakarta
Berita Dari Desa | Membaca Kampung Halaman