Jurnal Warga, daridesa.com – Seperti yang kita semua tahu tahun 2024 adalah tahun yang akan menjadi momentum pesta demokrasi dan banyak ditunggu oleh masyarakat Indonesia apalagi pejabat2 yang berkecimpung di dunia politik. Untuk dapat menunjang suksesnya pesta demokrasi tersebut maka banyak hal yang perlu di persiapkan yang mana hal ini adalah sebagai wujud dari pelaksanaan demokrasi. Indonesia menganut sistem pemerintahan demokratis sehingga pelaksanaan Pemilu ini menjadi pilar proses akumulasi kehendak rakyat melalui pemilihan pejabat publik sehingga terbentuk kedaulatan rakyat. Ketika sudah mendekati pelaksanaan Pemilu 2024 diketahui isu-isu politik akan mulai merebak, misalnya terkait politik identitas.
Politik identitas sendiri diartikan sebagai aktivitas politik yang dilatarbelakangi oleh identitas individunya dari segi as, etnis, suku, sampai agama. Politik identitas ini harus diwaspadai karena dengan adanya politik identitas yang terus berkembang maka akan dapat menimbulkan dampak yang cukup serius bagi NKRI. Politik identitas ini bisa menjadi boomerang untuk golongan tertentu yang memicu timbulnya diskriminasi bahkan radikalisasi. Pada Pilpres yang dilangsungkan di tahun 2019 disebutkan oleh banyak kalangan bahwa terjadi poulisme dengan politik identitas yang berpengaruh kuat dalam kampanye yang dilakukan dimana hal tersebut menimbulkan ancaman besar untuk persatuan dan kesatuan bangsa. Bahaya populisme pada Pilpres 2024 yakni terdapatnya pengkotakan isu agama pada persaiang politik yang semakin dikuatkan oleh banyak kalangan, seperti dari peserta Pilres sendiri sehingga menyebabkan situasi politik memanas dan Menurut Ardipandanto (2020) menjelaskan bahwa adanya kerentanan yang ditunggangi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab memiliki potensi yang besar terhadap perpecahan bangsa dan dapat meretakkan kedaulatan NKRI. Untuk menanggulangi hal hal yang tidak di inginkan maka upaya yang harus dilakukan adalah dengan menciptakan demokrasi yang sehat yang dapat menyatukan berbagai gagasan bukan hanya kultusan. Dalam beberapa tahun sebelumnya, Indonesia memang masih terjebak pada demokrasi kultus yaitu pembicaraan terkait tokoh dan bukan terkait gagasan besar dari demokrasi sendiri. Demokrasi kultus ini bisa terlibat dari penghormatan yang terpusat secara berlebihan pada seseorang maupun paham tertentu. Demokrasi kultus ini sangat erat kaitannya dengan politik identitas yang dikhawatirkan bisa mengakibatkan pembelahan di kalangan masyarakat. Adanya demokrasi pengkultusan ini tentu tidak sejalan dengan agenda reformasi sehingga sebisa mungkin dalam pelaksanaan Pemilu 2024 hal ini diwaspadai dan dihindari terulang kembali.
Pada pemilihan umum dikhawatirkan muncul berbagai isu-isu politik seperti politik identitas. Hal ini menjadikan Pemilu 2024 diharapkan dapat lebih baik dibanding tahun sebelumnya terkait perwujudan demokrasi yang lebh bernilai. Menjelang Pemilu 2024 proses kampanye akan semakin digencarkan sehingga perrlu kesadaran dari konstenan Pemilu 2024 ini untuk menjalankan kampanye secara berkualitas dan mewujudkan demokrasi yang sehat, bukan kampanye yang berakibat merusak tatanan bangsa. Pada pemilu 2024 ini presiden sudah memberikan himbauan bagi peserta pemilu untuk dapat menjalankan kampanye berbasis digital. Di era digitalisasi ini, kampanye berupa mobilisasi massa dapat diminimalisir dan mengubahnya menjadi kampanye digital yang diharapkan lebih berintegritas dan mengedepankan politik ide juga gagasan dan menghindari politik SARA dan politik identitas. Di tahun 2024 ini, proses Pemilu juga sudah mulai dipersiapkan berbagai aturan dan regulasi sehingga ketika berlangsungnya Pemilu terdapat aturan tegas untuk menghindari politik identitas.
Mendekati pemilu 2024 ini, pemerintah, pihak yang berkecimpung dalam dunia politik dan seluruh masyarakat Indonesia diharapkan lebih waspada dalam menanggapi isu-isu politik seperti politik identitas. Sebagai warga negara, tentu saja harus mewujudkan demokrasi yang lebih sehat yang dilandasi oleh Demokrasi Pancasila. Masyarakat dapat menjadikan Pemilu 2024 sebagai momentum untuk mewujudkan demokrasi gagasan bukan demokrasi pengkultusan. Oleh karena itu, kontestan pemilu diharuskan melakukan kampanye dengan menggunakan peranan teknologi informasi, alih-alih mobilisasi massa seperti periode sebelumnya. Penggunaan teknologi informasi ini dapat menunjang lahirnya kampanye berintegritas yang mengedepankan politik ide dan gagasan sebagai wujud demokrasi gagasan. Pada situasi yang penuh kerentanan ini, masyarakat harus memiliki kesadaran bahwa NKRI berkedaulatan rakyat sehingga penting bagi seluruh masyarakat untuk menjaga persatuan dan kesatuan demi kesejahteraan seluruh rakyat dan kemajuan bangsa. Komitmen persatuan dan solidaritas dari semua elemen bangsa sangat dibutuhkan agar tercipta stabilitas politik yang mendukung pemerintahan yang kuat dan berdaulat.
REFERENSI
Ardipandanto, A. (2020). Dampak Politik Identitas Pada Pilpres 2019: Perspektif Populisme [The Impact of Identity Politics On President Election 2019: Populism Perspective]. Jurnal Politica Dinamika Masalah Politik Dalam Negeri Dan Hubungan Internasional, 11(1), 43–63. https://doi.org/10.22212/jp.v11i1.1582
Penulis : Fauziah Nurfadillah (Fakultas ilmu sosial dan ilmu politik. Jurusan ilmu politik – Universitas Siliwangi)
Berita Dari Desa | Membaca Kampung Halaman