Pertanian, Daridesa.com – Umumnya bawang merah diperbanyak secara vegetatif dengan menggunakan umbi sebagai benih. Benih berupa umbi mempunyai kelemahan, yaitu tidak tahan simpan sehingga setelah musim tanam off-season atau musim hujan, penyediaan benih untuk musim berikutnya menjadi terbatas. Salah satu alternatif teknologi yang potensial untuk dikembangkan dalam upaya mengatasi perbenihan bawang merah di Indonesia adalah dengan penggunaan biji botani (TSS= True Shallot Seed).
Kelebihan TSS adalah meningkatkan hasil umbi bawang merah sampai dua kali lipat dibandingkan dengan penggunaan benih umbi (produksi 26 ton/ha), bebas dari penyakit dan virus, kebutuhan benih TSS bawang merah lebih sedikit (2-3 kg/ha) dibandingkan dengan benih umbi (sekitar 1-1,2 ton/ha) pengangkutan yang lebih mudah, dan daya simpan lebih lama dibanding umbi.
Benih bawang asal biji sekitar 50% juga masih dapat berkecambah setelah disimpan selama 1-2 tahun sedangkan benih bawang asal umbi bibit hanya dapat disimpan sekitar 4 bulan dalam gudang. Berdasarkan beberapa kelebihan TSS tersebut, maka penggunaan TSS sebagai benih sumber bawang merah sangat prospektif untuk meningkatkan produksi dan kualitas umbi bawang merah.
Pengembangan teknik produksi TSS lebih diarahkan ke agroekosistem lahan kering di dataran tinggi. Dataran tinggi (suhu 16-18?C) merupakan lokasi yang sesuai untuk meningkatkan pembungaan bawang merah. Oleh karena itu TSS sebagai sumber benih akan lebih optimal jika diproduksi di dataran tinggi.
Varietas bawang merah yang berpotensi sebagai sumber induk TSS adalah Bima Brebes, Katumi, Sembrani, dan Trisula. Benih asal TSS dapat digunakan sebagai benih sumber untuk bahan perbanyakan benih sebar bermutu (umbi mini/bibit).
Penggunaan TSS untuk produksi umbi bibit ataupun umbi konsumsi belum banyak dilakukan oleh petani bawang merah di Indonesia. Penyebabnya antara lain ketersediaan TSS masih terbatas dan belum ditemukannya teknologi pembibitan dan pembudidayaan bawang merah dari TSS yang efisien. Budidaya bawang merah dengan menggunakan TSS dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu penanaman TSS langsung di lapangan, penyemaian TSS terlebih dahulu untuk mendapatkan bibit (seedling), dan pembuatan umbi mini (set), yaitu umbi bibit mini (< 3 g/umbi) yang berasal dari TSS.
Penanaman bawang merah untuk produksi biji TSS
Penanaman bawang merah dilakukan di lahan yang telah dikelola sebelumnya. Umbi bawang merah divernalisasi (5–10 hari sebelum penanaman) dan direndam dengan larutan 150 ppm GA3 (Grow Quick) selama 30 menit sebelum ditanam. Lahan sebelumnya digemburkan dan dibuat bedengan kemudian diberi campuran dolomit dan kompos. Bawang merah ditanam dengan jarak tanam 20 x 15 cm atau sebanyak 25 tanaman/m2. Pupuk NPK 200 kg/ha diberikan 1/3 di awal tanam, 1/3 umur 15 hari, dan 1/3 umur 30 hari. Penanaman TSS langsung di lapangan membutuhkan benih yang lebih banyak (6–8 g/m2 ). Melalui penyemaian, penggunaan TSS yang diperlukan lebih hemat, bibit lebih kuat dan lebih tegar, sedangkan penanaman dengan umbi mini relatif lebih mahal, tetapi dengan cara ini menghasilkan tanaman yang lebih kuat dan lebih sehat, masa pertumbuhan lebih pendek, dan hasil lebih tinggi dan tidak banyak merubah sistem produksi bawang merah petani
Selesai penanaman petani diminta untuk tetap memelihara tanaman bawang merah sampai berbunga, berbiji dan panen. Penyemprotan larutan 100 ppm GA3 atau mengambil 1 mL GA3 untuk 10 L air dilakukan setiap 15 hari sekali sebanyak 4 kali dengan volume sebesar 250 mL/m2.
Produksi benih TSS berlangsung kurang lebih selama 6 bulan. Satu bulan pertama dipergunakan untuk persiapan lahan, dilanjutkan 4 bulan kemudian adalah fase penanaman benih TSS hingga panen dan 1 bulan terakhir untuk prosesing benih.
Penulis: Susi Deliana Siregar (Materi penyuluhan/pertanian)
Berita dari desa | Membaca kampung halaman