Karawang, daridesa.com – Krisis lingkungan semakin nyata dirasakan masyarakat kecil yang menggantungkan hidup pada alam. Isu itu menjadi sorotan utama dalam Forum 17an Jilid 10 “Road to TUNAS 2025” yang digelar Gusdurian Karawang di Gereja Kristus Pasundan Immanuel, Selasa malam (26/8).
Mengangkat tema “Keadilan Ekologi dan Ketimpangan Sosial: Siapa yang Paling Terdampak?”, forum ini dihadiri puluhan peserta dari berbagai kalangan, mulai aktivis, mahasiswa, tokoh lintas iman, hingga warga Karawang. Diskusi dipandu Wisam Ridwan (Gusdurian Karawang) dengan menghadirkan dua narasumber utama: Dr. Siti Hamimah, S.H., M.H. (dosen Fakultas Hukum UNSIKA) dan Pdt. Agus Paulus Husen, M.Si Theol. (Ketua PGIS Karawang).
Dr. Siti Hamimah menegaskan bahwa kelompok paling rentan terdampak krisis ekologi adalah masyarakat kecil, seperti petani, nelayan, dan buruh. “Regulasi yang ada seharusnya berpihak pada rakyat kecil, tetapi kenyataannya masih sering lebih menguntungkan industri besar. Ketika bencana ekologis terjadi, masyarakatlah yang menanggung beban paling berat,” katanya. Ia menekankan pentingnya penegakan hukum agar hak masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat bisa terlindungi.
Dari perspektif agama, Pdt. Agus Paulus Husen menekankan relasi etis manusia dengan alam. “Dalam iman, relasi manusia dengan alam bukan relasi kuasa, melainkan penjagaan. Saat manusia merusak alam, ia juga merusak dirinya sendiri,” ujarnya. Menurutnya, ketimpangan sosial dan kerusakan lingkungan saling terkait, dan kelompok miskin hampir selalu menjadi korban utama. Karena itu, peran komunitas lintas agama penting untuk membangun solidaritas dalam menjaga bumi.
Moderator Wisam Ridwan menilai tema forum selaras dengan agenda Road to TUNAS 2025. “Kita ingin masyarakat Karawang sadar bahwa persoalan lingkungan adalah persoalan bersama. Kalau tidak ada gerakan kolektif, ketidakadilan ekologis akan terus berulang,” katanya.
Diskusi semakin hidup ketika sejumlah peserta menyampaikan pandangan. Ahmad Rohiman Koordinator Gusdurian Karawang menekankan pentingnya keterlibatan generasi muda dalam menyuarakan isu ekologi. Sementara seorang warga Karawang mengeluhkan masyarakat kerap tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan terkait tata ruang atau izin industri, padahal merekalah yang terdampak pertama saat terjadi banjir atau pencemaran.
Forum ditutup dengan ajakan untuk memperjuangkan keadilan ekologis secara bersama. “Perubahan bisa dimulai dari kesadaran dan aksi kolektif sekecil apapun. Kita tidak bisa hanya berharap pada negara atau korporasi,” tegas moderator.
Bagi peserta, Forum 17an Jilid 10 tidak sekadar ruang diskusi, melainkan wadah belajar bersama untuk menyadari bahwa krisis ekologi adalah persoalan kemanusiaan dan keadilan sosial. Dengan semangat lintas iman, mereka berharap lahir gerakan yang lebih kuat menuju dunia yang lebih adil bagi manusia dan alam, sejalan dengan cita-cita TUNAS 2025.
Dari Desa | Membaca Kampung Halaman