Opini, Daridesa.com – Refleksi merupakan ungkapan kesan, pesan, harapan serta kritik membangun atas suatu hal yang diterimanya. Adapun dalam hari santri nasional ini pun kita harus berefleksi guna merespon, sehingga hari santri nasional ini dapat bermanfaat baik untuk pribadi maupun umumnya bagi seluruh manusia dan lingkungannya.
Santri apa yang dikemukakan oleh salah satu tokoh terkemuka yaitu Gus Mus yang mengatakan bahwa santri merupakan kelompok orang yang memiliki kasih sayang pada sesama manusia dan pandai bersyukur. Ia menguraikan lebih luas mengenai makna santri dalam perspektif sosial. Bahwa seseorang yang mencintai negaranya, sekaligus menghormati guru dan orang tuanya kendatipun keduanya telah tiada juga dikatakan santri. Oleh karena itu,tak jarang kita mendapati peringatatan satu hari dalam memperingati “Hari Santri” yang di tetapkan pada tanggal 22 Oktober.
Peran santri juga tidak terlepas dari peran sosok mulia yang disebut Kyai. Kyai, santri dan pesantren merupakan ciri khas Islam Indonesia. Sebab, kyai dengan pesantrennya, santri dengan pengetahuan, semangat dan tekadnya telah eksis di bumi persada Nusantara, bahu membahu untuk membangun negeri, bahkan mereka rela menumpahkan darahnya, menyambung nyawa dan mengorbankan hidupnya demi tegak dan lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hari Santri Nasional (HSN) tahun 2020 ini rasanya berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Sampai hari ini gema HSN kurang begitu terasa, salah satu alasannya mungkin karena wabah pandemi covid-19 yang belum sepenuhnya hilang dari muka bumi, sehingga menghindari kerumunan menjadi pilihan utama demi menjaga kesehatan sekaligus mencegah penyebaran pandemi covid-19. Meskipun HSN penting, tetapi menjaga kesehatan dan keselamatan lebih penting. Pilihan ini tentu akan menginspirasi kita agar HSN tahun ini tetap diselenggarakan meski desainnya berbeda, karena HSN memberikan banyak pelajaran berharga, di mana para kiai mewariskan semangat perjuangan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Adapun pada awalnya, hari santri nasional ini akan di tetapkan pada tanggal 1 muharrom bersamaan dengan tahun baru hijriyah, namun penetapan ini ditolak, dan para ormas bermusyawarah dengan ketetapan bahwa hari santri ini di tetapkan pada tanggal 22 Oktober. Setelah itu, ketua umum PBNU, KH Said Aqil Siroj mengungkapkan bahwa 22 Oktober sebagai hari santri nasional karena merepresentasikan substansi kesantrian spritualitas K.H Hasyim Asy’ari yang mengumumkan fatwa resolusi jihad untuk merespon agresi Belanda II. Resolusi jihad ini memuat tentang seruan-seruan penting yang memungkinkan tetap bertahan dan berdaulat sebagai bangsa dan negara. Atas pertimbangan itulah penetapan hari santri jatuh pada tanggal 22 Oktober dan sangat tepat karena mengandung historis perjalanan sejarah bangsa.
Kemudian perlu kita ketahui bersama, bahwa Sejarawan di Indonesia dan pemerintah pusat tidak pernah menulis peran santri terhadap bangsa ini, hal ini hanya pernah dicatat oleh seorang wartawan dari luar negri Sayyid Muhammad Asad Sihab dari arab menulis buku yang berjudul “Al-Allamah Muhammad Hasym As’ari wa biu labi’ati istiklali Indonesia” dan jika diartikan dalam bahasa harfiyah, Maha Kiai Hasym As’ari peletak batu pertama kemerdekaan Indonesia.
Peran kyai atau kaum santri di Indonesia ini tidak ditulis sejarah Indonesia, dan hal ini juga karena keikhlasan Kyai-Kyai NU yang tidak mau ditulis dan dipublikasikannya perjuangannya atas dasar keikhlasan berjuang dan agar tidak menimbulkan riya’ dan banyak sekali keterlibatan kaum pesantren yang tidak tulis oleh sejarah.
Maka dari itu pentingnya hari santri itu ditetapkan sebagai bentuk penghargaan, serta sebagai bentuk dalam mengingat sejarah perjuangan terdahulu. Kita seharusnya bangga menjadi seorang santri. Dengan menjadi santri kita bisa menjaga diri dari hal-hal yang negatif dan bisa menjadi benteng ketika di lingkungan yang tidak bersahabat. Bahkan jika kita sudah tidak di pondok pun harus tetap menerapkan ilmu yang kita dapat dari pesantren, entah ilmu apapun itu.
Namun berbeda halnya dengan Hari Santri Nasional tahun ini, akibat keadaan negeri yang kurang baik karena merebaknya pandemi covid-19 atau virus corona, para santri tidak bisa merayakan Hari Santri Nasional seperti tahun-tahun sebelumnya. Perayaan hari santri biasanya diisi dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Seperti halnya di pondok pesantren, perayaan hari santri sangat meriah mulai dari kegiatan-kegiatan istighosah kubro sampai dengan pentas seni.
Tak hanya itu masih banyak lagi diantaranya kegiatan pawai yang diadakan pada pagi harinya setelah upacara kirab santri oleh seluruh santri. Kegiatan-kegiatan ini sengaja diadakan sebagai bentuk perayaan untuk mengingat sejarah perjuangan santri di Indonesia, karena imbauan dari pemerintah untuk selalu menjaga jarak dengan sesama demi keselamatan bersama
Meski demikian adanya, santri tidak boleh menyerah dan putus asa, karena masih banyak kegiatan-kegiatan positif lainnya yang dapat dilakukan untuk mengisi Hari Santri Nasional ini, seperti dengan mengikuti perayaan Hari Santri Nasional secara virtual, baik mengikuti lomba, ataupun yang lainnya. Di tengah keadaan seperti saat ini, santri harus bisa memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat karena santri adalah pemegang saham terbesar di negeri ini sebagaimana telah dijelaskan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia KH Ma’ruf Amin.
Santri harus mempelajari lingkungan sekitar atau peristiwa yang sedang terjadi saat ini mengenai pandemi covid-19, mempelajari berbagai ragam informasi yang berseliweran di media sosial yang terkadang saling bertentang antara satu dengan yang lainnya agar masyarakat tak mengalami dilema dan kebingungan akibat rendahnya literasi mengenai informasi, khususnya mengenai covid-19 dan mudahnya orang-orang menyebar informasi sebelum menfilternya.
Dengan penguatan literasi ditambah dengan wawasan akademik yang memadai santri dapat menjadi sosok kredibel untuk memberikan informasi mengenai covid-19. Kemudian langkah selanjutnya yang dapat dilakukan oleh para santri adalah menyampaikan dakwahnya pada khalayak masyarakat sebagai refleksi kesantriannya yang selama di pesantren telah mengkaji dan belajar Al Quran, Hadits, Fiqih dan kitab-kitab klasik lainnya dan tentu disiplin ilmu lainnya, baik Teknologi, Ekonomi, maupun Ilmu Sosial itu sendiri.
Yang terakhir, santri harus bisa mendudukkan persoalan bahwa wabah ini bukan serta-merta ada tanpa campur tangan Tuhan, karena adanya wabah ini merupakan musibah atau ujian dari Tuhan untuk menguji hamba-hambanya. Oleh karena itu, santri harus mengedukasi masyarakat untuk senantiasa melakukan ikhtiar dzahir seperti menjaga kesehatan, cuci tangan secara rutin, menjaga jarak dan lain sebagainya sebagaimana telah dianjurkan oleh para ahli medis.
Di samping itu, sebagai seorang santri yang spesialisnya di bidang agama, santri juga harus menganjurkan pada masyarakat untuk selalu melakukan ikhtiar batin dengan memperbanyak membaca istighfar, istighatsah, membaca shalawat thibbil qulub, membaca qunut nazilah di setiap shalat fardhu dan lain sebagainya untuk mendekatkan diri pada sang pencipta sekaligus mengetuk pintu langit agar wabah ini cepat diangkat.
Pada intinya, sebagai penerus para ulama atau kyai, santri harus bisa eksis di tengah-tengah masyarakat sebagaimana para ulama atau kyai yang mendedikasikan hidupnya untuk umat selaku sebagai bentuk tanggung jawab terhadap tugas yang diembannya yaitu “pewaris para nabi” sesuai sabda Nabi:al-‘ulama waratsatul anbiya’.
Begitulah seharusnya para santri merefleksikan dirinya di tengah-tengah masyarakat, bukan malah menggunakan liburan untuk leha-leha sembari ongkang-ongkang kaki sambil main game dan lain sebagainya. Wallahu A’lam.
Selamat Hari Santri Nasional 2020, Santri Sehat, Indonesia Kuat.
Menyesali nasib tidak akan merubah keadaan, teruslah berkarya dan bekerjalah yang membuat kita berharga. Mari bersama bergerak, bergerak bersama.
Penulis: Ibnu Ramadhan
Wakil Ketua III PK PMII Achmad Yani Cimahi