“Sorak Riuh Bumi Pertiwi”: Kolaborasi Bukan Biasa, Anak Muda Purwakarta Tunjukkan Jalan Baru

“Sorak Riuh Bumi Pertiwi”: Kolaborasi Bukan Biasa, Anak Muda Purwakarta Tunjukkan Jalan Baru

Purwakarta, daridesa.com – Ketika hiruk-pikuk isu nasional kian menggema, Purwakarta menjawab dengan sorak perlawanan anak mudanya. Empat lembaga kepemudaan—Komunitas Pena dan Lensa (KOPEL), BEM Polibisnis, Permata Purwakarta, serta Jabar Bergerak Zillenial (JBZ) Purwakarta—menyatukan suara dalam panggung ekspresi “Sorak Riuh Bumi Pertiwi”, Kamis (4/9/25).

Namun, kolaborasi ini bukanlah kolaborasi biasa. Ia lahir dari keresahan bersama, diikat oleh kesadaran bahwa generasi muda memiliki tanggung jawab moral untuk merespons keadaan bangsa dengan cara yang berbeda: bukan amarah di jalanan, melainkan suara hati melalui seni dan sastra.

Ketua KOPEL, Rangga Maulana Iksan, menegaskan bahwa kolaborasi ini adalah bukti keseriusan anak muda Purwakarta. “Semua yang datang boleh menyuarakan sikap melalui seni dan sastra. Gerakan ini bukti anak muda Purwakarta merespon keadaan dengan kondusif dan damai. Kolaborasi ini harus berlanjut, karena apa pun organisasinya, kita punya PR yang sama: membangun Purwakarta dan Indonesia agar lebih baik,” ujarnya.

Presiden Mahasiswa BEM Polibisnis, Agrippina Tenti Sarita Irawan, menilai bahwa kolaborasi lintas lembaga ini dapat menjadi gerakan sosial berkelanjutan di Purwakarta. “Dengan membangun jejaring yang kuat antar lembaga, serta saling berbagi sumber daya dan pengetahuan, kita bisa menciptakan dampak yang lebih besar dan berkelanjutan untuk masyarakat,” ujarnya.

Agrippina juga menambahkan bahwa tindak lanjut setelah acara ini tidak boleh berhenti pada euforia semata. “Kami berencana membentuk kelompok kerja yang bisa melanjutkan inisiatif yang sudah dibahas. Selain itu, kami ingin menghadirkan forum diskusi rutin dan kegiatan komunitas agar semangat kolaborasi ini terus hidup,” jelasnya.

Bagi Ketua Permata Purwakarta, Sabiq Abdurrasyid, Sorak Riuh Bumi Pertiwi lahir sebagai jawaban atas keresahan terhadap aksi-aksi anarkis di berbagai kota. “Kami ingin menghadirkan gerakan yang kondusif dan tidak anarkis. Permata Purwakarta ikut menginisiasi dengan semangat mahasiswa sebagai mitra kritik yang kritis, beradab, dan jujur. Ini bukan sekadar acara, tapi komitmen untuk perubahan positif,” tegasnya.

Senada, Ketua JBZ Purwakarta, Mughits Ahnaf Lopian, menyebut bahwa kolaborasi ini memperlihatkan wajah generasi Zillenial yang adaptif. “Kami memilih seni sebagai medium untuk menyampaikan aspirasi tanpa menghilangkan esensi demokrasi. Generasi muda bisa tetap kritis sekaligus kreatif, sehat secara mental, dan peduli pada isu sosial. Ini membuktikan bahwa kami tidak apatis, justru hadir dengan cara baru,” jelasnya.

Melalui kolaborasi ini, keempat lembaga menunjukkan bahwa sinergi lintas organisasi bukan hanya mungkin, tetapi juga niscaya. Mereka sudah sepakat untuk terus bergandengan tangan dalam program sosial, pendidikan, hingga ekonomi.

Sorak Riuh Bumi Pertiwi pun menjadi simbol awal, bukan puncak. Sebuah ruang yang membuktikan bahwa aspirasi bisa disampaikan dengan cara damai, seni bisa menjadi bahasa perjuangan, dan kolaborasi bisa melahirkan kekuatan baru bagi Purwakarta dan Indonesia.

Dalam satu kata, semangat mereka dirangkum: “Reumpeug” yang artinya riuh, meriah, penuh energi, tetapi tetap dalam harmoni. Kolaborasi ini bukan sekadar kerja sama, tetapi langkah awal membangun tradisi baru menyuarakan kepedulian dengan damai, kreatif, dan berkelanjutan.

Penulis: Rara

Dari Desa | Membaca Kampung Halaman

ARTIKEL TERKAIT
HIMAMEN Mengabdi: Langkah Nyata Mahasiswa dalam Pengabdian Masyarakat

HIMAMEN Mengabdi: Langkah Nyata Mahasiswa dalam Pengabdian Masyarakat

Sorak Riuh Bumi Pertiwi, Ekspresi Damai Anak Muda Purwakarta

Sorak Riuh Bumi Pertiwi, Ekspresi Damai Anak Muda Purwakarta

Gusdurian Karawang untuk TUNAS 2025: Gerakan Kolektif Menolak Ketidakadilan Ekologis

Gusdurian Karawang untuk TUNAS 2025: Gerakan Kolektif Menolak Ketidakadilan Ekologis

Gunung Rahayu: Antara Pengembangan Wisata dan Dampak Sosial

Gunung Rahayu: Antara Pengembangan Wisata dan Dampak Sosial

Gemuruh Dibalik Sawah

Gemuruh Dibalik Sawah

Rumah Kosong Hidup Kembali, Desa Ditantang Hadirkan Ruang Kreatif

Rumah Kosong Hidup Kembali, Desa Ditantang Hadirkan Ruang Kreatif