Daridesa.com | Purwakarta – Perjalanan politik Indonesia kian hari kian memanas, baik politik di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi ataupun Nasional. Ternyata tidak bisa dipungkiri, ini memberi dampak yang signifikan sekali terhadap kerukunan kehidupan bermasyarakat, bernegara dan beragama. tidak sedikit karena beda pilihan politik antara saudara ada yang tidak rukun, karena beda pilihan politik antara tetangga banyak yang tidak rukun, karena beda pilihan politik orang seagama banyak yang tidak rukun, dan yang paling parah karena beda pilihan politik ada yang saling mengancam dan lain sebagainya.
Bagi umat Islam, perbedaan itu adalah hal biasa karena ini sudah ada sejak jaman dahulu, sejak jamannya para Shahabat contohnya perbedaan antara Sayyidna Ali RA (menantu Nabi) dan Siti Aisyah RA (Istri Nabi) yang mengakibatkan terjadinya perang Jamal, perbedaan Imam Madzhab empat, dan lain sebagainya. Dalam menyikapi perbedaan, Islam sudah mengajarkan tidak boleh bersikap “Ta’ashub” yang menurut KH. Tb. Ahmad Bakri (Mama Sempur) dalam Kitabnya “Maslahah al-islamiyah” bahwa yang dinamakan ”ta’ashub” itu adalah :
هو عدم قبول الحق عند ظهور الدليل بناء على ميل إلى جانب
Artinya :
“Tidak mau menerima kebenaran ketika sudah jelas dalilnya, ia malah tetap pada pendiriannya berbelok ke arah samping (melenceng dari kebenaran)”.
Harusnya perbedaan itu membawa ”Rahmat” sebagaian mana yang pesankan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam dulu ketika beliau masih hidup beliau sudah mengatakan ”Perbedaan diantara umatku itu adalah Rahmat”.Dalam menyikapi perbedaan dalam berpolitik tidak boleh terlalu berlebihan, woles saja.
Hari ini banyak diantara orang-orang di Negeri ini yang terlalu berlebihan dalam menyikapi perbedaan politik, contoh kecil yang sedang viral akibat perbedaan pandangan politik sesama muslim keluar dari mulut-mulut orang yang tidak bertanggung jawab anu PKI, anu Kafir, anu Liberal dan lain sebagainya. Bahasa-bahasa seperti ini anu PKI, anu Kafir, anu Liberal dengan i’tiqad bahwa semua itu bukan Islam ternyata ini membahayakan terhadap aqidah, ucapan-ucapan ini dapat mengeluarkan seseorang dari Islam (Murtad), wal’iyadzu billah.
Pantas saja dahulu ketika asy-Syaikh al-Habib Abdullah bin Husain bin Thahir bin Muhammad bin Hasyim Ba’alawi masih hidup beliau sudah mengatakan yang ditulis dalam kitab Sulam at-Taufiq di halaman 9 :
وقد كثر فى هذا الزمان التساهل فى الكلام حتى أنه يخرج من بعضهم ألفاظ تخرجهم من الإسلام ولا يرون ذلك ذنبا فضلا عن كونه كفرا، الردة ثلاثة أقسام إعتقادة وأقوال وأفعال
Artinya :
“Di jaman sekarang banyak sekali orang-orang yang berbicara seenaknya (tanpa difikirkan terlebih dahulu manfaat dan mafsadatnya) sehingga akibat dari itu keluar dari mereka ucapan-ucapan yang dapat mengeluarkan mereka dari Islam (murtad), dan mereka tidak merasa bahwa ucapan itu adalah dosa dan dapat menjadikan kekufuran (murtad), dan murtad itu terbagi kedalam tiga macam, murtad yang disebabkan karena I’tiqad, murtad yang disebabkan karena pekerjaan dan murtad yang disebabkan karena ucapan”.
Di halaman 11-12 beliau mengatakan :
والقسم الثالث الأقوال وهي كثيرة جدا لاتنحصر منها أن يقول لمسلم يا كافر، أو يا نصرني، أوياعديم الدين
“Bagian ketiga yang dapat menyebabkan murtad itu adalah ucapan-ucapan dan itu banyak sekali tidak bisa diringkas (kalau ditulis) diantaranya mengucapkan kepada sesama muslim hai kafir, atau hai nashrani atau hai yang tidak mempunyai agama (PKI)”.
Yang intinya hadapi perbedaan dengan hal-hal yang ma’ruf, jangan sampai perbedaan itu menjadi petaka terhadap keberagamaan kita.
هدانا الله وإياكم أجمعين
والله الموفق إلى أقوام الطريق
Penulis: UM. Ihsan, Anggota Ansor dan Sekretaris PC MATAN Kab. Purwakarta