Daridesa.com | Opini – Unit pemerintahan paling rendah di Indonesia adalah desa. Konsep desa sebagai entitas sosial sangat beragam, yaitu sesuai dengan maksud dan sudut pandang yang hendak digunakan dalam melihat desa.
Sebutan desa dapat berupa konsep tanpa makna politik, namun juga dapat berarti suatu posisi politik dan sekaligus kualitas posisi dihadapkan pihak atau kekuatan lain.
Desa adalah bagian yang penting dari suatu masyarakat yang mana tak dapat terpisahkan. Oleh karena itulah, keberadaan desa semestinya tidak boleh diremehkan termasuk juga oleh pemerintah karena pentingnya keberadaan desa tersebut.
Kita tentu mengetahui, bahwasannya dalam pelaksanaan pembangunan desa menuju desa yang mandiri sesuai amanat Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa masih banyak terdapat masalah-masalah yang harus diatasi, disamping Dana Desa yang begitu amat besar, ternyata masih menyisakan penyimpangan anggaran oleh para oknum desa, dan lain sebagainya yang merusak citra dan eloknya Desa di Nusantara ini.
Kemudian, menanggapi pernyataan yang dilontarkan oleh Menteri Desa (Mendes) Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar memunculkan ide baru untuk mempercepat pembangunan desa. Bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), beliau menginginkan agar skripsi tidak hanya menjadi satu-satunya syarat kelulusan, namun bisa diganti dengan pengabdian di desa-desa tertinggal.
Mendes PDTT era Periode ke-2 Presiden Jokowi ini, mengusulkan agar mahasiswa tidak hanya membuat skripsi sebagai persyaratan meraih predikat sarjana, gantinya skripsi, mahasiswa bisa mengabdi di desa untuk aplikasi ilmunya dan membantu desa semakin cepat berkembang, ungkap beliau saat menghadiri acara Rapat Kerja Percepatan Penyaluran Dana Desa di Semarang, Selasa (18/2/2020).
Ini tentunya selaras dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Mahasiswa pada setiap langkahnya diberi kewajiban sebagai agen perubahan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 pasal 1, disebutkan bahwa Tridharma Perguruan Tinggi yang selanjutnya disebut Tridharma adalah kewajiban Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada masyarakat.
Tridharma inilah yang menjadi 3 pilar perguruan tinggi yang harus dijalankan oleh dosen dan terutama mahasiswa sebagai agen perubahan.
Melalui Tridharma, mahasiswa diharapkan mampu menjadi kaum intelektual yang bergagasan, berpikir kritis, dan bercita-cita membawa perubahan pada negeri tercinta kita ini ke arah yang lebih baik. Baik itu kampus negeri ataupun swasta, perempuan atau laki-laki, yang terpenting dari setiap individu Mahasiswa bisa berkontribusi untuk kelebihbaikan negeri ini, dengan memanfaatkan bekal keilmuan dari setiap disiplin ilmunya.
Jadi nanti para kepala desa beserta jajarannya, ketika Mahasiswa yang datang, bisa diajak berdiskusi untuk menyelesaikan masalah desa dan menyusun program-program pembangunan di desa, serta menjadi mitra dalam mewujudkan desa yang mandiri, baik dari segi apapun itu. Semoga ini tidak hanya menjadi wacana semata, mari kita kawal terus kebijakan yang sudah, sedang dan akan dibuat.
Terakhir, mengutip pernyataan dari Tan Malaka, “Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali”.
Penulis: Ibnu Ramadhan, Mahasiswa Teknik Mesin Unjani Bandung, Kader PC PERMATA Bandung dan PK PMII Achmad Yani Cimahi
Kabar dari desa | Membaca kampung halaman