Daridesa.com | Opini – Sebagaimana telah kita ketahui bersama, saat ini Indonesia dan seluruh negara didunia berperang melawan Covid-19. Ratusan atau mungkin jutaan ulasan membanjiri the new public sphere kita, baik hanya sekedar komentar di media sosial maupun tulisan/argumen dari analis ahli, hampir di seluruh jejaring media.
Dari jutaan analis tersebut memang mengerucut ke sedikit garis besar pertanyaan apa, siapa korona virus dan bagaimana melenyapkan nya, serta bagaimana manusia serta semua wawasan imaginer nya baik itu negara, ideologi, organisasi, berperang melawan virus tersebut serta dampak apa yang akan terjadi belakangan ini? serta apa yang mesti kita persiapkan?
Dari sekian banyak ulasan tentang ihwal virus tersebut, penulis hanya tertarik pada apa yg disampaikan ahli intelejen Dr. Connie Rahakundarie yang kurang lebih analisisnya seperti ini
“Bagaimana jika virus ini merupakan ‘senjata biologis’ yang sengaja ada yang menciptakan”, sebab sepanjang penulis ketahui sampai tulisan ini dibuat belum ada dalil terperinci mengenai genealogi historis si virus ini, apakah produk alamiah (mutasi gen alamiah) atau memang “hasil mutasi ahli sengaja/tidak disebuah lab tanpa banyak orang yang tahu”
Ulasan yang kedua adalah datang dari drummer kenamaan Jerink SID yang hampir 1 minggu kebelakang ini jadi bahan perdebatan di media sosial, khususnya di twitter. Walaupun penulis ketahui bahwa argumentasi Jerink banyak di kritik/di justifikasi sebagai “kehaluan” terlebih oleh netijen dengan tradisi scientific. Serta paham bagaimana frasa “konpirasi/elite global” eksis di dunia.
Dari kedua paparan tersebut baik yang di paparkan oleh dr. Connie Rahakundarie maupun oleh Jerinx SID tanpa menegasi paparan dari ahli/ulasan lain yang lebih scientific, anggap saja yang benar-benar terjadi tentang korona ini adalah hasil ijtihad pengamat intelejen dan Jerink SID? Apakah kita sebagai sebuah negara siap dengan dampak pasca pandemi ini? Baik dampak sosial, ekonomi maupun politik?
Refleksi beberapa minggu atau bulan kebelakang bagaimana pemerintah “Mengelola informasi” tentang Korona mulai dari kasus pertama di Wuhan, Menteri Kesehatan menantang peneliti Harvard. Plin-plan antara lockdown, darurat sivil, militer, karantina kesehatan dan yang dipilih PSBB? Yang ingatannya kuat atau ulet menuntut bagaimana pemerintah memberikan informasi Korona tersebut, mungkin bagi sebagian netizen sedikit muak, bingung?
Terlebih beberapa hari kebelakang Presiden Jokowi mengatakan “Semua informasi tentang korona harus open public sejujur dan sebenar-benarnya tanpa ada yang ditutupi”. Bagaimana dengan arus informasi korona sebelum Jokowi berpidato tersebut? Mungkinkah ada informasi yang tersembunyi/tidak dibuka/tidak jujur?
Tanpa mengebiri dan menegaskan eksistensi dari UU keterbukaan Informasi publik hubungannya dengan informasi Korona yang disebarkan pemerintah, kita sebagai rakyat disebuah negara yang besar sudah cukup siapkah dengan terbukanya informasi tersebut tanpa melalui “pengelolaan” khususnya dari “asing” yang “bertanggung jawab” atas tersebarnya virus ini, apabila praduga diatas bahwa virus ini kesengajaan/perang biologis atau lebih halu kingkalikong nya elite global?
Terakhir, berperang dengan Korona yang entah sampai kapan dengan penanganan yang seperti kita ketahui, sebagai awam kita tidak cukup waktu dan energi untuk tahu kapan ini berakhir, mengutip apa yang disampaikan Yuval Noah Harrari dalam berbagai macam kesempatan adalah “Percaya terhadap Science dan ikuti kebijakan pemerintah/negara siapapun/apapun sistem di negara tersebut”.
Dalam buku Yuval Noah Harari “Homo Deus” di bab awal buku tersebut dikisahkan tentang permasalahan-permasalahan kemanusiaan yang tidak pernah selesai, disana tertulis Subbab “armada bayangan” yang berkisah tentang kisah-kisah pandemi sepanjang sejarah, diikuti dengan subbab “melanggar hukum rimba” yang berkisah tentang perang serta mengutip apa kata legenda dari Anton Chekov, bahwa “senjata yang muncul pada adegan pertama drama, jelas akan ditembakan pada adegan ketiga” (Harrari, 2018:19).
Kita memang harus mempersiapkan segalanya sebelum benar-benar tergantikan, atau minimal bergaul dengan Homo Deus yang lebih Kaffah dan penuh kesadaran.
Penulis : Haris Sopia Aji, S.Hum. Penulis berdomisi di Desa Nagrog, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta. Beliau bisa ditemui secara virtual melalui Instagram @najriel_inst
Berita dari desa | Membaca Kampung Halaman