Opini, daridesa.com – Sembilan bulan sudah Indonesia ditempa pandemi virus Corona. Pemerintah sudah menetapkan berbagai aturan untuk menekan penyebaran kasus. “Pemerintah aktif mengkampanyekan perilaku 3M guna memutus mata rantai penyebaran virus, yaitu Memakai masker, Mencuci tangan dan Menjaga jarak. Selain perilaku 3M, masyarakat diminta juga sadar diri untuk menghindari keramaian, tetap olahraga 30 menit setiap hari, konsumsi gizi seimbang, dan mengelola stress.” Dikutip dari sehatnegeriku.kemenkes.go.id.
Namun, tidak sedikit masyarakat yang acuh tak acuh dengan perilaku 3M. Imbasnya terjadi penambahan kasus positif. Wilayah yang ditetapkan sebagai zona merah penyebaran virus ditutup, tidak boleh ada aktivitas yang mengakibatkan kerumunan. Ekonomi menjadi carut-marut, begitupula dengan sektor pariwisata. Lantas apa yang harus dilakukan ?
Sektor pariwisata terancam eksistensinya. Dibatasinya mobilitas mengakibatkan menurunnya wisatawan domestik dan mancanegara. Dari tahun 2015 hingga 2019 sektor pariwisata sudah mulai mengalami kenaikan. Namun, pada tahun 2020 mengalami penurunan yang cukup siknifikan . Hal ini sangat merugikan masyarakat yang bekerja di sektor pariwisata. Pendapatan menjadi turun drastis dan tak jarang pula banyak yang rela gulung tikar.
Sektor pariwisata yang menyumbang devisa negara cukup besar hancur berkeping-keping. Citra indah yang sudah dibangun sejak lama, sekarang hanyalah menjadi angan-angan semata. Terlebih daerah yang mengandalkan sektor pariwisata sebagai sumber penopang hidup. Mereka merasakan mati rasa, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Kegiatan wisata ditutup sejak pandemi melanda. Tidak ingin kegiatan pariwisata memunculkan cluster baru akibat dibukanya kegiatan wisata.
Namun, dibalik semua itu banyak masyarakat yang masih berharap dan bertahan hidup pada sektor pariwisata. Tetap membuka destinasi wisata, walaupun hanya sedikit orang yang berkunjung. Tidak sedikit pula yang beralih profesi menjadi pekerja lain dan tidak jarang pula ada yang rela menjadi petani kembali, demi memenuhi kebutuhan hidup ditengah pandemi. Masyarakat tidak bisa berharap banyak dengan sektor pariwisata. Hanya bisa berharap pandemi segera berakhir dan pariwisata normal kembali.
Kita tidak bisa hanya diam dan menutup mata. Kegiatan wisata seharusnya menjadi perhatian utama. Seharusnya tetap bisa dijalankan dengan memenuhi standar protokol kesehatan yang telah ditentukan. Kegiatan wisata sudah menjadi gaya hidup bagi seseorang dan tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan sehari-hari. Ketika seseorang penat dengan kegiatan harian yang padat. Mereka bisa melakukan kegiatan wisata untuk merelaksasikan tubuhnya agar siap untuk bekerja kembali. Hal ini cukup sulit karena mobilisasi dibatasi. Namun, kita bisa melakukan kegiatan wisata di daerah terdekat karena sedang terjadi pandemi. Dengan begitu kegiatan wisata tetap bisa berjalan. Walaupun tidak sebaik dahulu, tetapi masyarakat masih bisa mengumpulkan kepingan rupiah melalui kegiatan wisata ini.
Jika tempat wisata dibuka harus memberlakukan peraturan yang ketat. Seperti mewajibkan pengunjung memakai masker, menjaga jarak fisik antar pengunjung, dan cek suhu tubuh ketika memasuki kawasan wisata. Hal tersebut harus dipatuhi dan jika terdapat pelanggaran, petugas harus bersikap tegas. Di area wisata harus disediakan tempat cuci tangan sebagai antisipasi penyebaran virus. Pengunjung diharapkan mencuci tangan sebelum memasuki kawasan wisata.
Walaupun sudah terdapat pula virtual tour yang telah dijalankan oleh berbagai pihak. Namun, lebih terasa menyenangkan jika dapat berkunjung langsung di tempat tersebut. Tentu, masyarakat lokal juga lebih terbantu dengan adanya kunjungan wisatwan. Walaupun tidak sebanyak biasanya ketika sebelum virus Corona melanda. Setidaknya masih bisa bertahan untuk memenuhi kebutuhan harian. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kegiatan wisata didukung dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan yang ada, agar masyarakat lokal tetap bisa merasakan dampak positif pariwisata.
Oleh : Wahyu Emilia, Mahasiswi Bisnis Perjalanan Wisata Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada
Berita dari desa | Membaca kampung halaman