Opini, daridesa.com – Pariwisata merupakan salah satu sektor yang paling terpengaruh karena adanya pandemi covid-19 yang hampir menyerang semua negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pandemi ini telah merenggut sekitar 900 ribu nyawa di seluruh dunia dan dengan cepat meruntuhkan perekonomian negara-negara yang terdampak oleh pandemi tersebut.
Sektor pariwisata telah kehilangan pendapatan sejak Januari hingga April 2020. Akibat dari adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sektor pariwisata telah merugi hingga Rp. 85,3 triliun. Karena hal tersebut, besar kemungkinan adanya PHK bagi pekerja-pekerja di sektor pariwisata yang terkena dampak dari adanya pandemi covid-19.
Seiring dengan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan berjalannya new normal, beberapa industri pariwisata juga sudah mulai beroperasi kembali meskipun belum seutuhnya normal karena pandemi covid-19 belum sepenuhnya berakhir. Industri pariwisata juga bersiap untuk mengalami lonjakan pengunjung. Di masa new normal ini diperkirakan pariwisata domestik lebih menjadi incaran bagi para wisatawan.
Selain itu diperkirakan juga akan terjadi pergeseran tren wisata, yang mana masyarakat akan lebih memilih untuk berlibur atau berwisata yang tidak melibatkan orang banyak seperti staycation bersama keluarga. Hal tersebut dianggap lebih aman untuk menekan dan menghambat penularan virus corona.
Survey dari Wego menunjukkan bahwa responden dari Indonesia memilih staycation dan liburan keluarga menjadi tipe perjalanan yang paling diminati setelah pandemi berakhir. Sebanyak 37% responden menginginkan liburan keluarga dan 26% menginginkan staycation. Selain itu, 13% responden memilih untuk berwisata alam.
Oleh karena itu, wisata domestik akan menjadi prioritas karena perjalanan dalam negeri dianggap lebih aman dalam keadaan pandemi seperti sekarang. Dari data tersebut juga menunjukkan bahwa tren berwisata bersama teman-teman atau kelompok besar akan bergeser menjadi liburan bersama keluarga guna mengurangi penularan virus corona.
Wisata-wisata yang disebutkan di atas termasuk ke dalam slow tourism. Slow tourism sendiri merupakan kegiatan wisata yang merujuk pada wisata alam, wisata yang menghadirkan ketenangan seperti staycation, dan tidak memberikan dampak yang besar. Dalam kegiatan slow tourism sendiri, wisatawan mempunyai banyak waktu untuk menikmati wisatanya, dan ini juga bertolak belakang dengan kegiatan wisata yang biasanya padat dan terburu-buru untuk mengunjungi beberapa daerah wisata karena dikejar oleh waktu.
Slow tourism sebenarnya juga menjadikan wisatawan lebih produktif karena wisatawan memiliki waktu yang cukup banyak untuk lebih mengeksplor budaya-budaya ataupun melakukan aktivitas yang ingin dilakukan di tempat wisata yang mereka kunjungi tanpa merasa terburu-buru, sehingga mereka dapat menikmati waktu berlibur dengan tenang dan santai.
Selain itu, slow tourism juga memberi kita waktu untuk menikmati wisata-wisata yang ada dan dapat menghindarkan kita dari stress yang berlebih karena konsep dari slow tourism sendiri adalah berwisata dengan keadaan yang membuat kita lebih rileks.
Dengan demikian, tren dari slow tourism berupa staycation, berwisata alam, dan lain sebagainya di masa pandemi ini bisa menjadi alternatif wisata bagi para wisatawan yang sudah haus akan liburan. Dengan konsep slow tourism yang tidak menghadirkan dampak besar, dan lebih condong melakukan wisata bersama keluarga serta bersama kelompok kecil, diharapkan mampu menekan dan menghambat persebaran virus corona yang masih terjadi. Selain itu, juga diharapkan mampu untuk membangkitkan secara perlahan sektor pariwisata Indonesia yang dapat dikatakan sedang terpuruk akibat adanya pandemi di Indonesia.
Penulis: Isna Rizqi K, Mahasiswa Universitas Gadjah Mada.
Berita dari desa | Membaca kampung halaman