Opini, daridesa.com – Pada beberapa waktu terakhir ini, tersebar sebuah pesan siaran pada banyak grup WhatsApp. Pesan siar tersebut berisikan daftar nama Bacaleg DPRD Kabupaten Purwakarta Dapil 3. Sampai saat ini, belum terdeteksi pesan itu berawal dari mana. Belum pula dapat dipastikan kebenaran dari informasi tersebut. Namun, dari kelengkapan nama-namanya, patut diduga daftar tersebut muncul dari bocoran data KPU yang baru saja menyelesaikan masa pendaftaran bacaleg oleh masing-masing partai politik pada tanggal 14 Mei lalu.
Di dalam pesan siar itu, terdapat beberapa nama kawakan yang terdaftar sebagai Bacaleg Dapil 3 Kab. Purwakarta. Bahkan, di antaranya muncul pula nama-nama anggota dewan yang masih aktif. Sebagai contoh, terdapat beberapa nama seperti: Yulian Irsyafri, S.M dari partai Golkar, Lina Nur Sylvina Lestari, A.Md dari partai Golkar, Said Ali Azmi dari partai Gerindra, Lina Yuliani dari PDIP, Didin Hendrawan, S.E dari PKS, Muhsin Junaedi dari partai Hanura, Hidayat, S.Th.I dari PKB dan beberapa nama kawakan lain dari berbagai partai.
Di samping nama-nama lama itu, ada pula nama-nama baru yang menarik sekaligus mengejutkan. Apalagi dengan melihat formasi nomor urutnya, kian menambah efek kejutan tersendiri. Sebagai misal, sebut saja yang terjadi di PKB. Meski data bacaleg dan nomor urut ini masih mungkin berubah, namun daftar yang beredar melalui pesan berantai tersebut sudah cukup membuat kaget. Sebab, partai PKB sendiri lebih memilih untuk menempatkan politisi kawakan seperti Hidayat, S.Th.i, pada urutan ketujuh, sementara di saat yang sama PKB memberikan nomor urut pertamanya kepada Hilmi Sirojul Fuadi, seorang bacaleg pendatang baru.
Hal ini sekilas terlihat janggal. Karena biasanya, sosok-sosok yang telah berjasa dan senior di partai akan mendapatkan tempatnya tersendiri. Namun, setelah ditelisik lebih lanjut, ternyata tak mengherankan juga apabila PKB memberikan nomor urut pertama kepada sosok Hilmi. Pasalnya, ia merupakan cucu pertama dari almarhum KH. Adang Badrudin/Abah Cipulus, tokoh sentral yang disepuhkan di kalangan NU dan PKB.
Meski demikian, masuknya nama Hilmi ke dalam daftar bacaleg ini tetaplah sangat mengejutkan, mengingat usianya yang masih sangat muda dan belum punya pengalaman politik praktis di manapun. Kalau pun ada pengalaman yang dapat disodorkan, ia hanya terdeteksi memiliki rekam jejak di dunia sosial dan pendidikan.
Di samping berkuliah di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, Hilmi juga kabarnya sempat aktif sebagai pengurus di PC IPNU Purwakarta, sebelum melanjutkan kariernya hingga menjadi Ketua GP Ansor di Mesir. Dari latar belakang singkat itu, sudah jelas Hilmi merupakan anak muda NU dengan karier akademik dan organisasi yang cukup mentereng. Tapi apakah ia juga merupakan anak muda yang cocok untuk berkiprah di politik?

Fenomena seperti ini memang sedang menjadi tren pada beberapa waktu terakhir. Selain melirik kalangan pesohor seperti artis dan influencer, pada beberapa pemilu terakhir ini partai politik acap kali melirik caleg-caleg dari kalangan muda. Apalagi mengingat bahwa Hilmi merupakan cucu dari tokoh besar KH. Adang Cipulus, tentu akan memiliki faktor elektoral tersendiri.
Lalu, apa sebenarnya motif PKB di balik pengusungan Hilmi sebagai bacaleg DPRD? Apakah langkah ini merupakan wujud perhatian partai politik terhadap keterlibatan anak muda dalam kancah politik, ataukah hanya gimmick politik dalam rangka mendulang suara saja? Apabila tujuannya memang menargetkan keterlibatan anak muda, dari sekian banyaknya anak muda di dapil 3, mengapa nama Hilmi Sirojul Fuadi yang muncul?
Pertanyaan-pertanyaan seperti di atas menarik untuk dikemukakan dan dicari jawabannya. Namun, jika kita melihat dari perspektif baik sangka, maka langkah segar seperti yang dilakukan oleh PKB ini layak untuk mendapat apresiasi. Bagaimana pun, penyumbang populasi terbanyak bagi negara kita saat ini adalah kalangan muda. Maka sudah sepantasnya apabila politisi-politisi muda mulai diberikan kesempatan untuk tampil mewakili aspirasi kaumnya untuk terlibat aktif di dalam pemerintahan.
Tinggal selanjutnya, pertanyaan yang harus dijawab adalah, sejauh mana partai politik dapat menggaransi kualitas bacaleg-bacaleg muda, seperti halnya kasus PKB yang mengajukan Hilmi Sirojul Fuadi? Apakah sosok-sosok muda yang ditawarkan itu memang memiliki kapasitas yang layak untuk menjadi anggota DPRD, atau hanya sekadar asal muda dan berpotensi mendulang suara saja?
Namun, sebelum bertanya jauh seperti itu, ada baiknya apabila partai politik dan bacaleg yang bersangkutan memastikan terlebih dahulu, apakah pengusungan partai politik terhadap yang bersangkutan itu memang serius dan sungguh-sungguh, atau hanya lelucon dan gimmick semata?
Menarik untuk ditunggu kabar pastinya. Sebab, sebelum KPU merilis Daftar Caleg Tetap pada bulan November mendatang, semuanya masih bisa berubah-ubah.
Penulis: Saeful M. (Pengamat Politik)