Kota Bogor, Daridesa.com – Kasus dugaan tindak pidana korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun 2017, 2018, dan 2019 Kota Bogor yang menjerat enam orang Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kecamatan se-Kota Bogor dan satu tersangka pihak ketiga (JRR) yang dalam hal ini merupakan pemegang proyek pengadaan soal UTS, UAS, dan ujian Sekolah Dasar. Kini, memasuki babak baru dengan dilakukannya penyidikan para tersangka lebih lanjut.
Memang seperti diketahui bersama bahwa dalam kasus korupsi penyelewengan dana BOS dugaan pelakunya masih pada tingkatan paling bawah, yaitu Ketua K3S kecamatan se-Kota Bogor. Hal ini menjadi tantangan yang besar bagi Kejaksaan Negeri Kota Bogor untuk mengungkapkan seluruh aliran dana BOS diterima oleh pihak mana saja.
Hal ini pun menjadi bagian tugas yang berat bagi Kejaksaan Negeri Kota Bogor, oleh sebab itu butuh kerja keras dan waktu yang cukup lama untuk mengungkapkan siapa saja yang menerima aliran dana BOS. Serta membongkar gurita korupsi ini dari tingkat bawah hingga ke atas.
Peran Kejaksaan Negeri Kota Bogor sebagai salah satu lembaga penegak hukum dalam menangani perkara kasus korupsi telah diamanatkan oleh Peraturan Perundang-Undangan.Sebagaimana diatur dalam pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, yang berbunyi: “Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang.”
Penjelasan pasal 30 ayat (1) huruf d, menyatakan: “Kewenangan Kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana tertentu dimaksudkan untuk menampung beberapa ketentuan Undang-Undang yang memberikan kewenangan kepada Kejaksaan untuk melakukan penyidikan, misalnya UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, dan UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Artinya Kejaksaan memiliki dasar hukum dan wewenang dalam melaksanakan komitmen untuk membongkar dengan seterang-terangnya kasus korupsi, khususnya pada dugaan kasus korupsi dana BOS K3S kecamatan se-Kota Bogor. Hal ini senada dengan komitmen Jaksa Agung dalam menangani kasus harus bekerja secara profesional dan “tidak nakal”.
ST Burhanuddin meminta kepada seluruh anak buahnya untuk bekerja sesuai aturan, dan jangan melakukan perbuatan-perbuatan tercela.
“Kita kan lagi bersih-bersih. Saya kasih contoh jangan terulang lagi. Saya minta para Kejari untuk lebih mengawasi para Jaksanya. Ada sanksinya, sudah ada aturannya,”tegas Jaksa Agung, seperti dikutip idntimes.com (10/2).
Sehubungan dengan komitmen Kejaksaan Negeri Kota Bogor untuk membongkar kasus korupsi dengan tetap pada koridor Peraturan Perundang-Undangan, maka Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Takaran sebagai kuasa hukum para tersangka mendukung segala tindakan yang diambil.
“Jika pihak Kejaksaan berkomitmen dalam membongkar gurita kasus korupsi K3S se-Kota Bogor, Kami siap mendukung setiap langkah dan tindakan yang diambil Kejaksaan Negeri Kota Bogor,” ujar Direktur LBH Takaran, Fitrayansyah Yupriandaru, S.H. kepada daridesa.com Senin, (24/8/2020)
Kami sangat mengapresiasi komitmen Kejaksaan Negeri Kota Bogor dalam upaya mengungkap seterang-terangnya kasus ini. Tambahnya
“LBH Takaran secara tegas mendukung segala tindakan dalam upaya menegakkan hukum seadil-adilnya, yang senada dengan semboyan Fiat Justitia Ruat Caelum (Tegakkan keadilan sekalipun langit runtuh, Red)”. Tegas Fitra. (Red)
Berita dari desa – Membaca kampung halaman