Daridesa.com | Opini – Dari hari ke hari, masa ke masa, dari tahun ke tahun gerakan para mahasiswa dan pelajar intelektual tak pernah berhenti berjuang, berawal dari tahun 1908 para pelajar dan mahasiswa membuat suatu perkumpulan yang di beri nama Boedi Oetomo, yang di dalamnya membahas tentang bagaimana nasib negara kedepannya, bagaimana cara negara bisa sejahtera, bagaimana caranya masyarakat mendapatkan haknya dan bagaimana cara agar anak cucu mereka tak merasakan suatu penjajahan seperti yang mereka rasakan.
Kini para pejuang pendahulu kita tersenyum dalam kuburnya, roh nya sudah tenang, mereka tiada dikarenakan membela umat dan mensejahterakan rakyat membawa suatu peradaban yang mereka inginkan demi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, sehingga saat ini kita bisa rasakan.
Sumpahnya sebagai pelajar dan mahasiswa telah di penuhinya, lantas terus bagaimana dengan kita generasi selanjutnya, generasi muda di Era Milenial, apakah kita hanya bisa berduduk santai menikmati secangkir kopi dipinggir kota atau hanya main hp dan atau hanya rebahan dan berghibah? menikmati hasil perjuangan para pendahulu yang tak pernah kenal lelah, mereka bersusah payah berjuang demi kita, tapi kita yang semakin hari semakin apatis dengan sesama. Apakah Ini penyakit mahasiswa yang terjangkit virus apatisme ? Yang penting bukan (virus corona), agar negara tidak dibebani lagi dan lagi.
Belum lagi juga banyak mahasiswa hanya berkoar-koar berteriak dengan lantang menyebutkan sumpahnya sebagai mahasiswa setiap memperingati hari Sumpah Pemuda, Tanpa penindasan, yang gandrung akan keadilan dan tanpa kebohongan saya harap itu tidak hanya berteriak lantang dan membacakan sumpah Pemuda, Eehh disaat sudah dipanggil berjuang untuk menyuarakan aspirasi rakyat, katanya jalanan panas, takut dilihat orang tua, takut dilihat Dosen apalagi takut dilihat senior. miriskan mahasiswa hari ini.
Apakah kita harus terus pakum, sementara rakyat di pelosok negeri menangis kelaparan, lantaran haknya di rampas oleh biadab-biadab negeri yang katanya hanya membutuhkan kita sebagai masyarakat pada ajang Demokrasi? Jika ia maka tunggu besok dan besok lusa, kita juga akan bernasib sama dengan mereka, jika kita hanya diam melihat penindasan dan pembodohan. Lalu apakah kita masih bisa dikatakan mahasiswa?
Kita sering menyebut diri sebagai Agent of Change dan Agent sosial control? Tapi tindakannya hampir tak terlihat lagi.
Mungkin karena hari ini kita melanjutkan pendidikan semata-mata untuk diri sendiri bukan untuk mengabdi kepada negeri.
Pantas saja hari ini banyak mahasiswa berotak anak SD dan bernyali anak TK, Sangat disayangkan sudah bertahun-tahun duduk di dalam ruangan ber-AC memegang pulpen dan mendengarkan materi dosen, hanya karena ingin bertitel dan tak mau berbuat besar untuk bangsa dan negara.
Lantas bagaimana dengan nasib negeri ini ?
Ketika mahasiswa yang dipercaya sebagai kaum intelektual, tidak peduli lagi, dan tidak keritis lagi? Apakah perampok dalam negeri akan tetap ada bahkan akan semakin banyak? Bisa saja ia karena mahasiswa tak lagi berfungsi sebagaimana mestinya.
Apakah kita sebagai mahasiswa tak malu dengan pendahulu kita atau sudah tidak ada rasa untuk memperjuangkan lagi (Apatis) ?
Mereka hanya membayar uang SPP ratusan ribu sementara kita yang membayar SPP jutaan Rupiah tapi tak sekeritis mereka, nyalinya tak sebesar mereka, keberanianya tak mampu ditandingi.
Mungkin ratusan ribu dan jutaan Rupiah sama nominalnya dulu dan sekarang akan tetapi kita sudah tidak memegang amanah atau jasa para mahasiswa dan pelajar dulu kepada mahasiswa sekarang.
Mungkin cara belajar mereka beda? Atau mungkin karena banyaknya biaya pendidikan hari ini kita hanya cenderung berpikir tugas kuliah semata dan belajar terus dalam kampus demi mendapatkan nilai yang bagus dan IPK tinggi.
Pantas saja mahasiswa tidak peduli lagi dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai mahasiswa pewaris reformasi.
Negara ini memang sudah di nyatakan merdeka tetapi kemerdekaan itu hanya untuk segelintir orang saja, apakah kita mahasiswa tak ingin melanjutkan pergerakan sebagaimana perjuangan para pendahulu kita?
Ayo bangkit, kembalikan semangat pemudamu, jangan kemudian hanya menugcapkan sumpah mahasiswa tapi tak mau turun dijalan dan menginplementasikannya untuk membumikan keadilan, ingat kata Bung Karno
“Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia.”
Kata-kata itu bukan sekedar kata-kata kiasan, peran pemuda dinegeri ini sangatlah besar, jadi pantas saja Bung Karno berkata demikian.
Mulai sekarang kita harus sadar sesadar sadarnya, untuk berpikir secara visioner demi kemajuan negeri ini sesuai cita-cita bangsa dan negara.
Tidak ada alasan lagi bagi kita sebagai mahasiswa untuk takut kritis, takut dalam menanggapi isu-isu sosial politik, sosial ekonomi dan sosial masyarakat apalagi takut untuk berjuang demi kepentingan rakyat kecil.
Penulis : Ahmad Syarifudin, Wakil Ketua II PC PMII Purwakarta
Kabar dari desa | Membaca kampung halaman