Jurnal Warga, daridesa.com – Judul: Mengeja Bekasi: (Literasi, Pendidikan, dan TBM)
Penulis: Aini Firdaus, Abu Bakar Shidiq, Anggraeni Puspa Sari, Dwi Ara, Indira Damayanthi, Murni, Setianingsih, Najema Sabrina, Nur Fatimah, Ratih Wahyuningsih, Rohmat, Samsiah, Suhartinah, Susilawati, Taufik Rahman
Ukuran: 14 x 20 cm
Penerbit: Frasa Media
Cetakan: Pertama, Juni 2021
Tebal: 96 halaman
ISBN: 978-623-95870-8-6
Blurb
“Mengeja Bekasi” makin membuktikan bahwa para pengelola Taman Bacaan Masyarakat (TBM) bukan cuma “menjodohkan” buku dengan para pembacanya, tetapi juga sekaligus produsen pengetahuan yang mengabadikan zamannya. Jangan pernah berhenti menebar “virus” 4 huruf: baca, iqra, read, buku. Berkarya, berdaya, memberdayakan, salam literasi. (Kang Maman, Penulis, Konsultan Komunikasi & Kreatif, Penasihat PP Forum TBM).
“Mengeja Bekasi” tidak sekadar memotret bagaimana para pengelola TBM berkegiatan, namun di dalamnya terdapat praktik baik, yang mungkin saja bisa direplikasi oleh pegiat TBM di daerah lain. Saya tahu, bahwa sebagian besar para pengelola TBM di Bekasi bukan penulis. Oleh karena itu, buku ini menjadi penanda bahwa mereka merupakan manusia pembelajar yang setia terus menggerakan budaya baca. Juga mempelajari banyak hal demi meningkatnya budaya literasi, termasuk belajar menulis hingga menghasilkan “Mengeja Bekasi”. (Nero Taopik Abdillah, Guru SD, Presiden Komunitas Ngejah, Ketua Umum PP Forum TBM).
Buku ini terdapat enam belas bagian diantaranya demi keabadian, kata pengantar, kenalkan buku dengan read aloud, aku dan TBM Gubuk Literasi Setu, pusling yang pusing mau keliling, dapur pangan lansia untuk berbagi hati, bunda tolong ajari aku membaca, berkarya untuk lingkungan, curahan hati sang pustakawan, membangun budaya literasi di tingkat PAUD, meretas asa giat literasi siswa, efek positif permainan tradisional, aku dan rumah ummah, cinta di TBM, hidup di desa pemikiran kota dan Gubuk Literasi Setu.
Pembaca buku akan langsung disuguhkan oleh tulisan dari Ira Pelitawati (Ketua Forum TBM Kabupaten Bekasi). “Mimpi besar harus dimulai bukan dalam niat melakukan saja, tapi juga dibarengi upaya menciptakan berbagai letupan-letupan kecil pemicu tindakan agar mengarah pada tujuan semula. Begitu pula jika memiliki cita-cita meningkatkan minat baca setidaknya wajib dimulai dengan membaca dan menulis dari diri sendiri dulu serta dibarengi memperbaiki kualitas membaca dan menulis pula.”
Jujur kutipan di buku ini yang ditulis Bu Ira Pelitawati sangat relate banget dengan apa yang aku rasakan. Tepatnya 2017 aku senang mengoleksi buku membeli lalu dibaca atau pun tidak dibaca. Perkara ini membuat koleksi bacaan pribadiku semakin bertambah dan menumpuk, hingga akhirnya aku mulai melapakan buku di jalanan (Perpus Jalanan). Yap, tulisan di buku ini salah satunya bisa jadi pengingat kita memulai dari diri sendiri dulu serta dibarengi memperbaiki kualitas membaca dan menulis.
Selanjutnya di kata pengantar kita akan diberi semangat untuk menulis dengan kutipan, Scribo ergo sum! (Aku menghasilkan tulisan karena itu aku ada), Ismail Kusmayadi, S. Pd. (Instruktur “Mengeja Bekasi #1”). Ya, dari kutipan tersebut ada korelasinya dengan kutipannya Pramoedya Ananta Toer salah satu penulis favoritku di novel Bumi Manusia, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
Kenalkan buku dengan read aloud (Aini Firdaus). Menurut aku sangat penting mengenalkan buku sejak usia dini, karena ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Jujur waktu pertama kali bertemu dengan ibu Aini saat itu kegiatan ijag ijig literasi, beliau membawa anaknya. Asumsiku pertama kali melihat anaknya bu Aini, ia anak yang cerdas dan mempunyai adab yang baik. Aku juga tidak kaget karena disamping anak ini ada seorang ibu selalu sabar membimbingnya. Yap, setuju banget membaca nyaring salah satu perkenalan awal bisa berinteraksi dengan buku secara baik. Bukan hanya itu anak juga diajarkan untuk menjaga dan memperlakukan buku dengan baik salah satu pendidikan ahlak.
Terakhir, aku tertarik pada bagian dapur pangan lansia untuk berbagi hati (Dwi Ara). Jujur, pertama kali membaca judulnya prasangkaku ini adalah resep makanan untuk para lansia. Bagiku tulisan ini sangat memotivasi dan mulia sekali. Tidak bisa dipungkiri kita semua nanti akan beranjak pada masa lansia, dalam perjalanan ini akhirnya tersadar bahwa nanti kita hidup sendiri hanya pasangan yang menemani sampai ajal memisahkan. Bayangkan di usia senja ini jangankan bekerja untuk merasakan makanan lezat pun seakan susah karena lidah lansia berbeda waktu masih muda. Bu Dwi Ara bersama timnya memberikan makanan siap saji untuk dikonsumsi para lansia. Berbagi itu menyehatkan. Yap, benar sekali awal bertemu Bu Dwi Ara aku melihat beliau masih awet muda karena ia sering berbagi.
Buku ini tidak terlalu tebal jadi cocok sekali jika dibaca sambil menikmati minuman favorit ataupun menghabiskan waktu bersama gebetan.
Penulis: Fahrullah
Berita Dari Desa | Membaca Kampung Halaman