Opini, daridesa.com – Dampak yang ditimbulkan selama pandemi virus corona salah satunya yaitu di sektor pariwisata, diberbagai negara berusaha untuk memulihkan kembali industri pariwisatanya. Indonesia menjadi salah satu dari banyak negara yang juga berjuang memulihkan sektor ini, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang menjadi standar kesehatan guna mencegah potensi penyebaran wabah lebih lanjut.
Melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) pemerintah Indonesia telah menyiapkan pembukaan kembali pariwisata di era new normal atau normal baru selama pandemi Covid-19. Program CHS (Cleanliness, Health, and Safety) yaitu program kebersihan, kesehatan dan keamanan yang nantinya akan melibatkan seluruh pemangku kepentingan industri pariwisata dan ekonomi kreatif. Ini merupakan strategi di sektor pariwisata Indonesia yang membuat masyarakat aman dari Covid-19. Agenda yang disusun guna membangun kepercayaan orang-orang yang melakukan perjalanan ke sejumlah destinasi di Nusantara.
Banyuwangi masuk 3 besar tujuan orang untuk berlibur setelah Bali dan Jogja. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah Banyuwangi menerapkan kebijakan sertifikasi sektor pariwisata yang ingin beroperasi di masa pandemi Covid-19. Ini merupakan langkah yang diambil Kabupaten Banyuwangi demi menekan angka penyebaran virus corona dan roda perekonomian di Timur Pulau Jawa tetap bergerak. Pariwisata di Banyuwangi telah di atur ulang sesuai dengan pedoman protokol kesehatan yang dibuat oleh pemerintah pusat yaitu CHS. Perubahan yang dibuat yaitu destinasi wisata dan tempat hiburan hanya boleh beroperasi 5 hari dalam seminggu. Dua hari sisanya dipergunakan bagi pelaku usaha untuk mengkondisikan lokasi usaha terbatas dari penyebaran virus. Dalam praktiknya, dua hari libur dikhususkan untuk bersih-bersih tempat usaha.
Selain itu, para pengunjung wisata juga dilarang antri saat memasuki lokasi wisata. Pemesanan tiket bisa dilakukan secara daring untuk memastikan lokasi wisata masih bisa dikunjungi. Hal ini karena semua lokasi wisata hanya boleh menerima kunjungan setengah dari kapasitas yang bisa ditampung. Di dalam area wisata juga sudah tidak ada lagi atraksi yang membuat kerumunan. Jika memang ada kegiatan yang melibatkan banyak orang aan ada perpindahan tempat, misalnya ke hotel – hotel yang ada disekitar wisata maupun di Banyuwangi itu sendiri. Sehingga apabila ada kegiatan pertunjukan seni semua akan dipindah ke hotel – hotel yang lebih luas dibandingkan dengan lokasi wisata yang ada.
Langkah ini merupakan bagian dari desain baru pariwisata yang ada di Kabupaten Banyuwangi. Para pelaku industri pariwisata seperti pengusaha perhotelan didorong mengubah konsep bisnis menjadi lokasi liburan di tempat (staycation). Staycation merupakan salah satu bagian dari cara yang digunakan untuk pariwisata baru. Bukan hanya atraksi saja yang dibawa masuk ke hotel, namun seni pertunjukan juga ikut masuk diboyong. Begitu juga dengan para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang mengandalkan sektor pariwisata ikut masuk ke dalam hotel agar wisatawan tetap bisa berwisata dan berbelanja walau hanya di dalam lingkungan hotel.
Tentu saja ketika sektor perhotelan ini berjalan harus menerapkan protokol kesehatan yang telah dibuat secara khusus oleh pemerintah pusat yaitu dengan program CHS. Hanya saja, Bupati Banyuwangi mengaku kesulitan untuk menerapkan protokol kesehatan bagi para seni. Hal ini dikarenakan dalam pemakaian alat rias yang biasanya dilakukan secara bersamaan, kini harus digunakan masing – masing demi meminimalisir penyebaran virus corona.
Salah satu konsep yang ditawarkan Banyuwangi yaitu dengan menyiapkan konsep agrowisata. Dimana semua makanan yang ditawarkan diolah tanpa digoreng. Sehingga makanan yang disajikan hanya diproses rebus, kukus atau bakar saja. Pemerintah daerah Banyuwangi juga melakukan pembenahan tempat – tempat yang dianggap kumuh.
Para pedagang kaki lima didorong untuk menyediakan makanan sehat dan sangat memperhatikan aspek kebersihan. Hal ini untuk membuka wisata kuliner kaki lima (food street) di beberapa tempat, lokasi yang dipilih di jalan raya dengan penutupan akses jalan. Cara ini dianggap lebih baik dan mampu menyediakan pasar lagi para pedagang kaki lima yang tidak mampu menyewa tempat untuk berusaha. Namun kegiatan ini hanya berlangsung satu kali saja dalam seminggu.
Dalam penerapan program CHS ini memang tidak mudah, namun pemerintah terus melakukan pelatihan agar sektor pariwisata dapat kembali pulih. Jika terjadi penyebaran virus di sektor pariwisata, maka tidak mungkin kepercayaan masyarakat akan hilang. Kemudian sektor pariwisata akan kembali ambruk dan semua pelaku industri ini kembali terpuruk.
Masyarakat juga harus ikut melaksanakan program ini supaya kita bisa meminimalisir penyebaran virus.dimulai dengan mengikuti protokol kesehatan, memakai masker, menjaga jarak dan selalu mencuci tangan setelah memegang sesuatu. Itu merupakan termasuk program CHS yang dicetuskan oleh pemerintah pusat.
Penulis: Prayuda Gilang Setiadi, Mahasiswa Program studi Bisnis Pejalanan Wisata, Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada
Berita dari desa | Membaca kampung halaman