Surabaya, daridesa.com – Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Sejak jaman kemerdekaan, pesantren sudah menjalankan peran penting untuk kemerdekaan negara Indonesia.
Seperti perjuangan yang ditorehkan KH Bisri Syansuri, dalam melakukan konsultasi dengan para komandan militer di daerah pertempuran di Surabaya-Jombang, dan Kiai Bisri bersedia meneruskan fatwa gurunya yaitu KH Hasyim As’ari untuk berjihad melawan penjajah.
Seiring dengan berjalannya waktu, geliat pesantren kian terlihat pesat dengan diiringi jumlahnya yang mencapai angka 26.910 se-Indonesia. Merespons hal ini, Presiden Joko Widodo memberi apresiasi dengan ditetapkannya Hari Santri Nasional pada 22 Oktober 2015 lalu. Pula, memberikan perhatian khusus dengan di tandanganinya UU No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
Adanya UU tentang pesantren ini kemudian ditindaklanjuti oleh DPRD Jawa Timur untuk menginisiasi pembentukan Peraturan Daerah (Perda). Hal ini disampaikan oleh Ahmad Athoillah, Founder Gerakan Santri Milenial Menurutnya, Perda ini adalah poin krusial yang harus didapatkan pesantren.
“Perda ini merupakan sebuah pengakuan dari pemerintah terhadap pendidikan di pesantren dan kepedulian terhadap santri,” kata Pria yang akrab disapa Gus Atho’ pada Jumat (27/11/2020).
Anggota DPRD Jatim ini berpendapat dalam sebuah diskusi di kanal youtobe Ngopi Ala Santri, bahwa selama ini pengakuan yang didapat belum menyeluruh. Sering kali pesantren dianggap sebagai sub dari pendidikan. Padahal pendidikan yang dimiliki pesantren sangat kompleks, meliputi formal dan nonformal.
“Secara total pengakuan yang didapat belum menyeluruh. Buktinya, beberapa santri nonformal ketika akan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi seringkali terkendala,” ujarnya.
Padahal, lanjut Gus Atho. Banyak pesantren yang sudah melahirkan para pejuang bangsa yang dulu memperjuangkan kemerdekaan. Karena pesantren memiliki pendidikan yang lengkap dan peran santri dapat menjadi subjek di semua lini.
“Pesantren memiliki program pendidikan yang lengkap dan penting. Seperti pendidikan karakter yang saat ini sedang dicontoh oleh sekolah-sekolah yang lain. Di pendidikan karakter ini, santri diajarkan terkait kemandirian dan literasinya,” terangnya.
Gus Atho’ menambahkan, bahwa program pendidikan pesantren yang sedemikian rupa berhasil membangun akhlak yang berbeda dengan yang lain.
“Jadi tidak heran jika pesantren melahirkan tokoh-tokoh besar,” tegasnya. (Red/Savhira)
Berita dari desa | Membaca kampung halaman